SuaraRiau.id - Sekda Kampar, Yusri santer dikabarkan mengkondisikan para Kepala Desa (Kades) dan Camat di Kampar Kiri untuk mendukung Capres 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024.
Politisi PDIP, Kapitra Ampera meminta agar Sekda Kampar diperiksa terkait keterlibatannya dalam dugaan pelanggaran Pemilu 2024.
"Kalau terbukti, tindakan Sekda (Kampar) ini sama saja dengan menjebak kepala desa melakukan tindak pidana dan melanggar Undang-undang Pemilu Pasal 490," ujar Kapitra dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com, Selasa (6/2/2024).
Dia mengatakan, jika terbukti ikut cawe-cawe seharusnya, Yusri segera dipecat karena telah melanggar aturan ASN. Termasuk di antaranya dengan dugaan menjebak Camat dan Kades melakukan tindak pidana dan melanggar UU Pemilu Pasal 490.
Berdasarkan kabar yang beredar, Camat Kampar Kiri dan para Kades di wilayah itu dipanggil untuk diperiksa menumpang di Polsek setempat.
Pemanggilan tersebut dianggap sebagai upaya intimidasi dan intervensi dengan modus pemeriksaan namun diduga diarahkan untuk mendukung Capres 02 serta Caleg DPR RI dari partai pendukung.
Pemanggilan tersebut dilakukan dua tahap. Tahap pertama, para camat diduga dikumpulkan di Sultan Cafe dan tahap kedua mereka dipanggil satu per satu ke satu hotel di Pekanbaru.
Pemanggilan tersebut dengan maksud diduga untuk meminta dan memenangkan Caleg DPR RI atas nama Muhammad Nasir dan Capres Prabowo-Gibran.
"Yang seperti inikan namanya penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar asas netralitas ASN. Juga melanggar UU Nomor 28 Tahun 1999. Karena itu Mendagri harus mencopot Sekda Kampar, jika hal ini terbukti," jelas Kapitra.
Dia juga meminta kepolisian turun tangan untuk mendalami kemungkinan adanya unsur pidana di dalamnya.
Berdasarkan UU Pemilu Pasal 490, disampaikannya bahwa setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).