SuaraRiau.id - Hari Raya Enam merupakan suatu tradisi yang dirayakan oleh masyarakat Kabupaten Kampar usai merayakan Idul Fitri 1443H.
Hari Raya Enam atau masyarakat sekitar menyebutnya Aghi Ghayo Onam yang digelar setelah berpuasa enam hari usai 1 Syawal.
Perayaan tradisi Hari Raya Enam di Kampar dimulai dengan ziarah kubur, yang juga disebut Aghi Ghayo Zorah atau Hari Raya Ziarah.
Perayaan usai Idul Fitri ini sudah menjadi tradisi yang digelar turun temurun di hampir setiap dusun maupun desa di Bangkinang. Biasaya, masyarakat setempat akan berziarah secara berkelompok yang jumlahnya mencapai ratusan orang.
Setiap rumah membawa bekal dengan talam ke pemakaman. Di dalam talam berisikan berbagai makanan untuk dibagikan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau.
Selain itu, tradisi ini juga diikuti dengan kegiatan makan bajamba (makan bersama-sama dari satu dulang).
Puncaknya, warga yang berkumpul melakukan tahlil dan zikir bersama yang disebut kegiatan Ratik Tagak atau tahlilan sambil berdiri.
Bagi masyarakat Riau terutama daerah Kampar, Kuansing dan Sumatera Barat, terutama Luhak nan Tigo dahulu Hari Raya Enam lebih meriah jika dibandingkan Idul Fitri.
Pasalnya, pada Hari Raya Enam seluruh anak kemenakan sasuku, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan akan pulang kampung dan berkumpul bersama.
Makna Hari Raya Enam jika dilihat dalam segi keagamaan tentunya melakukan ziarah dan mengirimkan doa kepada arwah dari keluarga yang telah meninggal dunia dengan harapan agar mereka diberi ketenangan dan dijauhkan dari siksaan dan azab kubur.
Tradisi Hari Raya Enam ini juga dianggap sebagai ladang amal bagi masyarakat, menambah keyakinan dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, sebagai ketentraman jiwa bagi masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut, serta menjadi pengingat akan datangnya kematian.