SuaraRiau.id - Pemerintah Indonesia harus waspaba terhadap pinjaman uang ke China yang menumpuk lantaran jika tak hati-hati maka ekonomi akan jatuh dan babak belur seperti Sri Lanka.
Pernyataan tersebut diungkapkan ekonom CORE Indonesia Ahmad Akbar Susamto dalam acara diskusi virtual Core Media Discussion, Quaterly Review 2022 : Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra-Pandemi, Selasa (19/4/2022).
"Insya Allah, mudah-mudahan kita punya waktu untuk tidak sampai pada situasi seperti itu (Sri Lanka), tapi saya kira perlu belajarlah dalam kasus Sri Lanka bahwa kalau tidak hati-hati memang kita juga mengarah ke sana (bangkrut) tapi masih jauh,” jelas Akbar Susamto dikutip dari Riaulink.com--jaringan Suara.com, Kamis (21/4/2022).
Ia menilai situasi ekonomi Indonesia tidak seburuk Sri Lanka. Menurutnya, persoalan yang dialami Sri Lanka memang sudah kompleks, lebih rumit dibandingkan situasi ekonomi Indonesia.
“Kalau melihat persoalan Sri Lanka memang sudah jauh lebih rumit dan sudah dipupuk lebih lama sebenarnya persoalan di Sri Lanka itu,” ungkap Akbar.
Meski demikian, ia tak menampik kondisi ekonomi di Indonesia dengan Sri Lanka hampir mirip. Akan tetapi, masalah di Sri Lanka lebih buruk dibandingkan Indonesia.
“Memang sebagian indikatornya mirip dengan kita, tapi kita belum sampai level itulah, Sri Lanka itu sudah memupuk utang yang banyak, dan kemudian diikuti dengan beberapa kesalahan kebijakan yang diambil di sana,” katanya.
"Dan kemudian juga diikuti dengan beberapa kasus kerusuhan, dan diikuti dengan adanya pandemi Covid-19, komplit,” demikian Susamto.
Mengacu pada data, posisi utang sektor publik Indonesia hingga akhir Februari tahun 2022 berada pada posisi Rp 7.014 triliun. Atau meningkat 170 persen bila dibandingkan akhir 2014.
Pada tahun 2014 posisi utang pemerintah pusat (bruto) sebesar 209 miliar dolar AS atau dengan kurs saat itu menjadi sebesar Rp 2.599 triliun.