SuaraRiau.id - Prospek minyak sawit disebut semakin cemerlang menuju 2045. Demikian disampaikan Menteri Pertanian periode 2000-2004 Bungaran Saragih.
Hal itu bukan tanpa alasan, karena menurutnya banyak penggunaan minyak kelapa sawit untuk produk hilir baik pangan maupun non-pangan, termasuk biofuel yang rendah emisi.
Bungaran Saragih mengungkapkan hal itu dalam webinar bertema Upaya Mempercepat Peningkatan Produksi dan Produktivitas Sawit Nasional yang Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas, Jumat (24/12/2021).
Ia menyampaikan, tingkat GDP dan populasi dunia yang diperkirakan meningkat mencapai 9,5 miliar juta jiwa pada 2045. Hal itu akan berimplikasi pada peningkatan konsumsi minyak nabati dunia termasuk minyak sawit.
"Konsumsi empat minyak nabati utama dunia diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dari kondisi saat ini yakni menjadi 324 juta ton, dengan struktur konsumsi yang juga masih didominasi oleh minyak sawit sekitar 141 juta ton (44 persen)," ujar Bungaran dikutip dari Antara, Jumat (24/12/2021).
Menurut dia, Indonesia sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada saat ini, harus memanfaatkan peluang dan tren permintaan pasar dunia yang diperkirakan akan terus meningkat menuju 2045.
"Oleh karena itu, penting untuk menjaga eksistensi dan keberlanjutan produksi minyak kelapa sawit Indonesia," ujar Bungaran.
Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) itu juga menyatakan salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan minyak sawit Indonesia yakni dengan peningkatan produksi baik secara ekstensifikasi dan intensifikasi.
Ekstensifikasi melalui ekspansi lahan, tambahnya, tidak dapat dilakukan mengingat keterbatasan lahan dan masih berlakunya Inpres Moratorium Nomor 8 Tahun 2018.
Selain itu, tuntutan konsumen global terkait aspek lingkungan juga merupakan salah satu aspek yang diperhatikan dalam rangka peningkatan produksi minyak kelapa sawit.
Oleh karena itu, arah pengembangan industri kelapa sawit nasional menuju 2045, khususnya pada sektor hulu dalam rangka peningkatan produksi minyak dilakukan melalui peningkatan produktivitas (intensifikasi).
Jika menilik realitas di lapangan, data Statistik Kelapa Sawit (Kementerian Pertanian, 2020) menunjukkan produktivitas rata-rata perkebunan sawit nasional tahun 2018 mencapai 3,6 ton minyak per hektare.
Jika dibandingkan dengan rataan produktivitas varietas yang telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebesar 7,8 ton minyak per hektare selama periode 1990-2010, menunjukkan capaian produktivitas kebun sawit nasional tersebut masih relatif jauh dari potensinya.
Terkait hal itu Bungaran memaparkan strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas minyak kelapa sawit dapat dilakukan yakni peningkatan produktivitas parsial (partially productivity) melalui peningkatan pemupukan, perbaikan kultur teknis kebun (best practices) sesuai Good Agricultural Practices (GAP) dan perbaikan teknologi proses pada PKS (pengolahan kelapa sawit).
Selain itu peningkatan produktivitas total (total factor productivity) dengan perubahan varietas dan kultur teknis-manajerial atau replanting, yakni penggantian tanaman kelapa sawit yang sudah berumur tua/renta dengan menggunakan benih sawit varietas unggul.
Sementara itu Koordinator Kelapa Sawit Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Mula Putra menyebutkan sejumlah upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman sawit rakyat melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 540.000 Ha selama 3 tahun (2020-2022) di 21 Provinsi, 108 kabupaten/kota sentra sawit.
Kemudian, penyediaan pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR, dukungan pembiayaan STDB melalui APBN, mendorong produsen benih menyediakan benih siap tanam di wilayah sentra peremajaan sawit termasuk penambahan waralaba dan penangkar.
Selain itu perbaikan sarana prasarana perkebunan sawit, Intensifikasi, perbaikan jalan kebun, dan lain-lain serta Pengembangan SDM pekebun, pelatihan dan pendampingan.
Sementara itu Wakil Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Agam Fatchurrochman mengharapkan pemerintah untuk memastikan keberlanjutan investasi industri kelapa sawit, kepastian hukum dan percepatan penyelesaian sawit teridentifikasi di Kawasan Hutan, percepatan implementasi peremajaan sawit rakyat/PSR dan percepatan sertifikasi ISPO (standar minyak sawit berkelanjutan Indonesia). (Antara)