Viral BEM UI Kritik Jokowi, Gus Nadir Singgung soal Pemimpin Otoriter

Tokoh NU tersebut turut angkat bicara terkait viralnya BEM UI usai mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi.

Eko Faizin
Senin, 28 Juni 2021 | 17:26 WIB
Viral BEM UI Kritik Jokowi, Gus Nadir Singgung soal Pemimpin Otoriter
Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir - (Instagram/@nadirsyahhosen_official)

SuaraRiau.id - BEM UI memberikan kritikan tajam melalui flyer meme Presiden Jokowi The King of Lip Service.

Meme Jokowi yang dibuat BEM UI itu viral dan kemudian mendapat sorotan dari berbagai kalangan, mulai yang pro hingga kontra.

Salah satu yang menanggapi ialah tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir.

Tokoh NU tersebut turut angkat bicara terkait viralnya BEM UI usai mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi.

Gus Nadir menganggap bahwa pernyataan BEM UI itu dapat dijadikan sebagai alat untuk mengidentifikasi karakter Presiden Jokowi.

Pasalnya, BEM UI secara terang-terangan melontarkan kritikan pedas kepada Presiden Jokowi dengan menyematkan sebuah gelar ‘The King of Lip Service’.

Dari kritikan BEM UI tersebut, menurut Gus Nadir, masyarakat Indonesia akan dapat membedakan antara pemimpin otoriter dengan pemimpin demokratis.

Kata dia, apabila Presiden Jokowi tergolong ke dalam pemimpin otoriter, maka tentu saja akan menganggap kritikan yang dilontarkan BEM UI sebagai sebuah penghinaan.

“Pemimpin yang otoriter akan menganggap semua kritikan sebagai penghinaan,” ujar Gus Nadir dikutip dari Terkini.id--jaringan Suara.com pada Senin 28 Juni 2021.

Begitupun sebaliknya, apabila Presiden Jokowi tergolong ke dalam pemimpin demokratis, maka menurut Gus Nadir, maka ia akan memahami kritikan sebagai suatu hal yang biasa terjadi.

“Sebaliknya, pemimpin yg demokratis akan memahami kritikan.” sambung Gus Nadir.

Dalam kehidupan yang demokratis, Gus Nadir mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia dapat mengekspresikan pendapatnya melalui beragam media.

Dimulai dari poster yang sebagaimana diekspresikan oleh BEM UI, kartun, satir, jargon, dan lain sebagainya.

“Bisa diekspresikan lewat kartun, jargon dan satir. Semuanya sah,” imbuh Gus Nasir.

Kendati demikian, tokoh NU itu mengasumsikan bahwa tentu saja para buzzer tidak serta-merta akan paham lantaran hal yang disampaikan termasuk kajian tingkat tinggi.

“Tapi ya buzzer mana paham kajian tingkat tinggi begini. Tahunya cuma main tagar,” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini