Tak Tren Lagi, Harga Sepeda Kini Menurun Tajam

Berikut adalah penurunan harga yang dialami beberapa jenis sepeda.

Eko Faizin
Senin, 07 Juni 2021 | 12:04 WIB
Tak Tren Lagi, Harga Sepeda Kini Menurun Tajam
Ilustrasi sepeda. [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraRiau.id - Pada awal pandemi Covid-19, tren bersepeda sempat booming di masyarakat. Namun saat ini tren itu perlahan menurun dan diikuti dengan merosotnya harga sepeda di Indonesia.

Permintaan terhadap sepeda tahun ini tidak sebanyak tahun 2020 lalu yang mencapai 7-8 juta unit, sedangkan tahun ini permintaan sepeda hanya 5 juta unit saja.

Hal itu diungkapkan Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (APSINDO), Eko Wibowo Utomo. Ia menjelaskan bahwa harga sepeda sempat naik karena permintaan tinggi di 2020.

"Kalau di pasar kan gini, ada upnormal price karena harga digoreng (di tahun 2020), karena permintaan tinggi harga dinaikin. Tapi dari harga di importir maupun produsen plus minus itu antara 20-30%, kalau ada yang lebih dari itu, tadinya harganya tidak normal," terang Eko dikutip dari Batamnews.co.id--jaringan Suara.com, Senin (7/6/2021).

Selain itu, harga sepeda juga turun drastis akibat terjadinya oversupply alias kelebihan stok.

Tingginya permintaan akan sepeda pada 2020 lalu mendorong produsen untuk memproduksi banyak sepeda namun belum semuanya terjual sehingga terjadi oversupply.

Hal ini juga semakin parah dengan banjirnya sepeda impor pada akhir 2020 lalu. Berikut adalah penurunan harga yang dialami beberapa jenis sepeda.

1. Polygon tipe Path 18 G
Beberapa bulan lalu : Rp 9,05 juta
Saat ini : Rp 8,7 Juta

2. Folding Bike Foldx xlite Edisi Damn I love Indonesia
Beberapa bulan lalu : Rp 10,6 juta
Harga saat ini : Rp 9 juta

3. Turanza 2503
Beberapa bulan lalu : Rp 1,7
Saat ini : Rp 1,1 juta

4. Pacific Revolt 3.021 Speed
Beberapa bulan lalu : Rp 1,8 juta
Saat ini : 1,56 juta

5. Marin Sepeda Bobcat Trail 3
Beberapa bulan lalu: Rp 8 juta
Saat ini : Rp 6,2 juta

Sebagai jalan keluar, produsen mulai mencari kesempatan untuk mengekspor hasil produksinya ke China.

Selain itu opsi lainnya adalah tetap menjual di dalam negeri namun harus menurunkan harga jual.

"Range harga turun 20%-30%, itu realita yang harus diterima, barang yang lama sampai grosir akhirnya jual barang saja, yang penting ngejar cashflow. Harga modal saja dilempar supaya terjadi perputaran. Pasar menyesuaikan diri dengan keadaan, tapi demand tetap ada," jelas Eko.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini