SuaraRiau.id - Polemik larangan mudik lebaran oleh pemerintah ditanggapi Sujiwo Tejo. Ia awalnya membahas soal perdebatan panjang yang ada di masyarakat, khususnya soal pro-kontra pelarangan mudik.
Salah satu di antaranya soal ketidakjelasan dari pemerintah yang tidak memperbolehkan mudik namun tetap mengizinkan untuk pergi berwisata.
Sujiwo Tejo pun menyindir bahwa pemerintah melarang adanya mudik hanya karena takut rakyatnya meninggal, sehingga kekurangan pembayar pajak.
Ia juga menyayangkan, terkait perbedaan pandangan soal mudik. Mereka yang memiliki pandangan berbeda kerap disudutkan oleh orang lain.
Padahal, kata Sujiwo Tejo, bangsa Indonesia adalah negara demokrasi, seharusnya bisa dengan bebas berpendapat tanpa mendapat tekanan dari pihak manapun.
“Melihat fenomena larangan mudik ini kita tertawa saja. Yang saya sayangkan kalau ada orang beda pendapat langsung di-bully, padahal di negara demokrasi berbeda pendapat itu tidak apa-apa, artinya sah,” ujar Sujiwo di Catatan Demokrasi, dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Rabu (5/5/2021).
Sujiwo Tejo menyatakan sebenarnya yang bisa jadi pemicu masalah, kalau yang bersangkutan tetap nekat mudik.
“Pendapat itu baru bermasalah kalau diterapkan. Ketika banyak orang sekarang berpendapat bahwa apa salahnya sehingga tidak boleh mudik bertemu orangtua, yaudah enggak apa-apa karena itu hanya pendapat, tapi baru jadi masalah kalau memang dia memaksakan mudik,” tuturnya.
Ia pun mengungkapkan perbedaan soal mudik dan sungkem kepada orangtua langsung jangan diketawakan.
“Orang boleh berpendapat bahwa obat terbaik adalah sungkem terhadap orangtua, dan itu jangan diketawain, masalahnya di medsos kayak gini ditertawakan. Tapi kalau dia memang bertindak dengan mudik, itu baru bermasalah karena bisa menularkan orang lain,” lanjutnya.
Sujiwo Tejo kemudian mengungkapkan soal pandangan pribadinya terkait alasan seseroang yang tetap nekat mudik.
Menurutnya, hal itu lantaran masyarakat sudah jenuh dengan pendekatan pemerintah dengan imbauan yang terkesan memberikan nilai kepada masyarakatnya sendiri.
Dia pun menyindir, kalau banyak orang yang sekarang malas hidup karena dibebankan dengan sebuah nilai berupa pajak.
“Orang sudah bosen dan nekat mudik mungkin karena pendekatannya bukan imbauan lagi sekarang. Tapi himbauannya, kalau kamu enggak mati nilaimu ini lho. Kalau kamu enggak mati karena Covid, kamu bernilai ini, kalau kamu hidup gunanya ini,” ujar Sujiwo.
“Jangan-jangan kita sekarang malas hidup, karena kalau meninggal pemerintah cuma takut kekurangan pembayar pajak,” sambungnya.
- 1
- 2