Eko Faizin
Kamis, 11 Desember 2025 | 16:26 WIB
Direktur Eksekutif Bahtera Alam, Harry Oktavian. [Ist]
Baca 10 detik
  • Menhut Raja Juli memberikan SK Indikatif Hutan Adat di Kuansing.
  • Ini momen penting bagi penguatan budaya dan keberlanjutan lingkungan.
  • Sejalan dengan itu, Bahtera Alam mengungkap potensi besar di Riau.

SuaraRiau.id - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyerahkan SK Indikatif Hutan Adat Wilayah Imbo Laghangan di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) beberapa waktu lalu.

Langkah ini disambut positif oleh berbagai pihak, termasuk Direktur Eksekutif Bahtera Alam, Harry Oktavian yang menilai keputusan ini menjadi momentum penting bagi penguatan budaya dan keberlanjutan lingkungan di Negeri Pacu Jalur.

Harry mengapresiasi langkah pemerintah dan menilai bahwa penyerahan SK ini merupakan bukti konkret komitmen negara dalam mengakui dan melindungi hutan adat di Riau,provinsi yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan kekayaan ekologis terbesar di Sumatera.

"Tidak hanya memiliki hutan alam yang luas, Riau juga menyimpan potensi hutan adat yang sangat besar dan terus dipetakan oleh sejumlah lembaga," ujar Harry, Kamis (11/12/2025).

Berdasarkan kajian WRI Indonesia, potensi indikatif hutan adat di Riau mencapai sekitar 300.000 hektare. Wilayah dengan potensi terbesar berada di dataran tinggi dan kawasan hulu seperti Kuansing, Kampar, dan Indragiri Hulu, di mana masyarakat adat masih mempraktikkan kearifan lokal dalam menjaga hutan.

Pola serupa juga tampak di wilayah pesisir, seperti Siak, Bengkalis, Pelalawan, Bagansiapiapi, hingga Kepulauan Meranti yang menyimpan kekayaan adat dan ekologi yang tidak kalah penting.

Menurut Harry, hal ini menunjukkan bahwa baik di hulu maupun pesisir, keberlanjutan hutan sangat dipengaruhi oleh kedekatan masyarakat adat dengan ruang hidupnya.

"Tanah dan hutan di Riau tidak hanya soal kayu atau lahan. Tetapi juga tentang sejarah, habitat satwa, penopang ekosistem, dan warisan budaya yang sudah dijaga berabad-abad," ujarnya.

Harry mencontohkan Suku Sakai Batin Sobanga, yang pada tahun 2022 telah memperoleh pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) melalui SK Gubernur Riau.

Wilayah adat mereka sangat luas, mencakup tiga daerah sekaligus, yaitu Bengkalis, Rokan Hilir, dan Dumai, dengan total bentang wilayah adat mencapai 148.833,95 hektare.

Salah satu aset terpenting komunitas ini adalah Hutan Adat Imbo Ayo, kawasan hutan yang menjadi sumber kehidupan, ruang spiritual, serta pusat kearifan lokal. Pada 2022, masyarakat mengusulkan penetapan hutan adat seluas 207 hektare.

Pada tanggal 12–13 November 2025, tim terpadu verifikasi teknis (vertek) turun langsung ke lapangan untuk memeriksa batas wilayah, kondisi hutan, sejarah penguasaan, serta praktik adat masyarakat, tim berasal dari komponen Kemenhut, Pemprov Riau, Pemkab Bengkalis, akademisi dan NGO.

"Hasil verifikasi sudah disampaikan melalui Tim Terpadu, dan menurut informasi terakhir, SK Penetapan Hutan Adat Imbo Ayo oleh Menteri Kehutanan akan terbit dalam waktu dekat," jelas Harry.

Bahtera Alam bersama WRI dan LAM Riau pada 2018 pernah melakukan identifikasi komunitas adat di Riau. Dari kajian tersebut ditemukan sekitar 306 komunitas adat yang tersebar di daratan, pesisir, dan kepulauan. Hingga 2022, sudah 17 komunitas adat yang mendapatkan pengakuan resmi sebagai MHA.

Di Riau sendiri terdapat sejumlah suku tua seperti Bonai, Akit, Sakai, Laut, Talang Mamak, Petalangan, Duano, serta Suku Asli Anak Rawa, yang hingga kini masih memegang erat tradisi leluhur.

Load More