Eko Faizin
Senin, 13 Oktober 2025 | 09:56 WIB
Ikon Kabupaten Rokan Hulu. [Suara.com/Eko Faizin]
Baca 10 detik
  • Rokan Hulu kini genap berusia ke-26 tahun
  • Sejarah menjadi kabupaten pun penuh lika-liku
  • Kata Rokan berasal dari bahasa Arab: rokana 

Menurut sejarah, kehancuran Rokan Tua, akibat dari serangan Aceh. Namun, ketika Rokan Tua tumbang, muncul kerajaan baru menggantikannya, yaitu Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar di bagian tengah wilayah Rokan.

Selanjutnya setelah Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar lenyap, maka muncul lah tiga kerajaan di bagian hilir Sungai Rokan (Sekarang Kabupaten Rokan Hilir).

Kerajaan-kerajaan itu di antaranya Kerajaan Kubu dengan ibu negeri Teluk Merbabu, Kerajaan Bangko dengan ibu negeri Bantaian, dan Kerajaan Tanah Putih dengan ibu negeri Tanah Putih.

Sementara di bagian hulu (sekarang Rokan Hulu), muncul pula lima kerajaan yang diperintahkan secara turun-temurun oleh bangsawan raja, yaitu Kerajaan Tambusai, ibunegerinya Dalu-dalu, Kerajaan Rambah, ibunegerinya Pasir Pengaraian, Kerajaan Kepenuhan, ibunegerinya Koto Tengah, Kerajaan Kunto Darussalam, ibunegerinya Kota Lama, Kerajaan Rokan, ibunegerinya Rokan IV Koto.

Menurut Junaidi Syam abad 17-18 seorang pejuang Rokan, Sultan Zainal Abidin Syah pernah berusaha menyatukan antara Rokan Hulu dan Rokan Hilir, namun mendapat perlawanan dari Kerajaan Siak atas adu domba penjajah Belanda.

Ahirnya Sultan Zainal abidin Syah di tangkap dan diasingkan ke Madiun Jawa timur (disana terkenal dengan nama Mbah Kobul) sehingga Rokan bagian hulu dan Rokan bagian hilir tidak dapat disatukan.

Pada masa penjajahan Belanda, Daerah Rokan Hulu terbagi atas dua wilayah,  yaitu wilayah Rokan Kanan yang terdiri dari Kerajaan Tambusai, Kerajaan Rambah dan Kerajaan Kepenuhan dan wilayah Rokan Kiri yang terdiri dari Kerajaan Rokan IV Koto, Kerajaan Kunto Darussalam serta tanah bulobih (perdagangan) Ujung Batu dan dua kampung dari Kerajaan Siak (Kewalian/Negeri Tandun dan Kewalian/Negeri Kabun).

Sampai pada tahun 1905, kerajaan tersebut diakui oleh Belanda dan menyebut kerajaan-kerajaan tersebut sebagai landscape (suatu daerah tertentu).

Pada saat itu, setiap peraturan yang dibuat oleh kerajaan harus mendapat pengesahan dari pihak Belanda.

Berdasarkan manuskrip perpustakaan Nasional Indonesia dengan nomor cod ML. 100, bekas kerajaan ini pada zaman Belanda disebut dengan nama "Luhak" bukan lukah, luhak berarti eks kerajaan.

Sementara pada masa penjajahan Jepang, luhak ini di pimpin oleh seorang "kuncho" yang diangkat langsung oleh Jepang.

Landscape, Luhak atau kuncho ini di abadikan menjadi nama kecamatan setelah Rokan Hulu berdiri sendiri sebagai sebuah kabupaten defenitif.

Bahkan keberadaan lima luhak di wilayah Rokan Hulu sudah tetap menjadi ketentuan adat, sekalipun ada perkembangan dan perluasan atau pemekaran wilaya adatnya tetap di dalam wilayah luhak yang lama.

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan SK Gubernur Militer Sumatera Tengah, Tanggal 9 November 1949, wilayah Rokan Hulu disebut Kewedanaan Pasir Pengaraian yang masuk wilayah Kampar.

Keinginan untuk menjadi sebuah Kabupaten defenitif, telah dimulai oleh masyarakat Rokan Hulu pada tahun 1962, yang ditandai dengan melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) di Pasir Pengaraian.

Load More