Eko Faizin
Senin, 13 Oktober 2025 | 09:56 WIB
Ikon Kabupaten Rokan Hulu. [Suara.com/Eko Faizin]
Baca 10 detik
  • Rokan Hulu kini genap berusia ke-26 tahun
  • Sejarah menjadi kabupaten pun penuh lika-liku
  • Kata Rokan berasal dari bahasa Arab: rokana 

SuaraRiau.id - Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 pada Minggu (12/10/2025). Peringatan hari jadi ini dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Istimewa di Ruang Rapat Paripurna DPRD Rohul.

Bupati Rokan Hulu Anton menyampaikan bahwa momen HUT ke-26 ini merupakan bentuk rasa syukur atas perjalanan panjang dan kerja keras seluruh elemen masyarakat dalam membangun Rokan Hulu.

"Peringatan Hari Jadi Rokan Hulu yang kita rayakan hari ini merupakan bukti perjalanan panjang penuh tantangan, sekaligus wujud dari kerja keras dan kebersamaan seluruh elemen daerah. Sejak awal berdiri, Rokan Hulu dibangun dengan cita-cita besar menjadi daerah yang mandiri, maju, dan sejahtera," ujar Anton.

Bupati menegaskan makna mendalam dari tema 'Harmoni dalam Keberagaman, Maju Bersama untuk Rokan Hulu' mengandung pesan moral bahwa kemajuan hanya dapat dicapai jika menjaga keharmonisan, kebersamaan dan semangat gotong royong di tengah keberagaman.

Rangkaian kegiatan diawali dengan penayangan kilas balik perjalanan terbentuknya Rokan Hulu, mulai dari wacana awal pemekaran hingga proses perjuangan panjang yang akhirnya menjadikan Rokan Hulu sebagai kabupaten yang maju dan berkembang seperti saat ini.

Nah berikut ini sejarah Rokan Hulu yang layak untuk diketahui.

Sejarah Rokan Hulu

Rokan Hulu merupakan wilayah  yang terletak di bagian hulu nya Rokan, menurut riwayat, kata Rokan berasal dari bahasa Arab "rokana" artinya damai atau rukun.

Melansir laman rokanhulukab.go.id, Rokan juga disebut dengan "Rantau Rokan" atau tempat orang merantau dari Sumatera Barat.

Kata Rokan ini juga di pakai sebagai nama sungai yang membelah Pulau Sumatera di bagian tengah, menuju utara sumatera (Selat Malaka), sungai ini merupakan sarana transportasi utama untuk menjangkau pusat-pusat perdagangan sampai ke negeri tetangga.

Nama Rokan telah ada sejak  abad ke 13, sebagimana  tercatat dalam buku "Negara Kartagama" Karangan Prapanca, tahun 1364 M syair ke 13, bahwa "Seluruh Pulau Sumatera (Melayu) telah menjadi daerah yang berada di bawah kekuasaan Majapahit, meliputi Rakan (Rokan)".

Rokan pada waktu itu merupakan telah ada kerajaan Rokan Tua, dengan pusat kerajaan berada di Koto Intan. 

Rokan juga disebut dalam Kronik Cina, maupun roteiros (buku-buku panduan laut) Portugis (Marguin 1364 M).

Selanjutnya kata Rokan terdapat dalam buku Sulalatus Salatin, sebagaimana Muchtar Lutfi Wan Saleh dalam Sejarah Riau, bahwa abad 14-15 Raja Rokan (Rokan IV Koto) berasal dari keturunan Sultan Sidi (Raja ke V Rokan IV Koto), saudara dari Sultan Sujak dari Sumatera Barat.

Sejak Malaka dikalahkan Portugis, Kerajaan Rokan Tua mengalami kemunduran, karena terus mendapatkan ancaman dari Aru dan Aceh bagian utara.

Menurut sejarah, kehancuran Rokan Tua, akibat dari serangan Aceh. Namun, ketika Rokan Tua tumbang, muncul kerajaan baru menggantikannya, yaitu Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar di bagian tengah wilayah Rokan.

Selanjutnya setelah Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar lenyap, maka muncul lah tiga kerajaan di bagian hilir Sungai Rokan (Sekarang Kabupaten Rokan Hilir).

Kerajaan-kerajaan itu di antaranya Kerajaan Kubu dengan ibu negeri Teluk Merbabu, Kerajaan Bangko dengan ibu negeri Bantaian, dan Kerajaan Tanah Putih dengan ibu negeri Tanah Putih.

Sementara di bagian hulu (sekarang Rokan Hulu), muncul pula lima kerajaan yang diperintahkan secara turun-temurun oleh bangsawan raja, yaitu Kerajaan Tambusai, ibunegerinya Dalu-dalu, Kerajaan Rambah, ibunegerinya Pasir Pengaraian, Kerajaan Kepenuhan, ibunegerinya Koto Tengah, Kerajaan Kunto Darussalam, ibunegerinya Kota Lama, Kerajaan Rokan, ibunegerinya Rokan IV Koto.

Menurut Junaidi Syam abad 17-18 seorang pejuang Rokan, Sultan Zainal Abidin Syah pernah berusaha menyatukan antara Rokan Hulu dan Rokan Hilir, namun mendapat perlawanan dari Kerajaan Siak atas adu domba penjajah Belanda.

Ahirnya Sultan Zainal abidin Syah di tangkap dan diasingkan ke Madiun Jawa timur (disana terkenal dengan nama Mbah Kobul) sehingga Rokan bagian hulu dan Rokan bagian hilir tidak dapat disatukan.

Pada masa penjajahan Belanda, Daerah Rokan Hulu terbagi atas dua wilayah,  yaitu wilayah Rokan Kanan yang terdiri dari Kerajaan Tambusai, Kerajaan Rambah dan Kerajaan Kepenuhan dan wilayah Rokan Kiri yang terdiri dari Kerajaan Rokan IV Koto, Kerajaan Kunto Darussalam serta tanah bulobih (perdagangan) Ujung Batu dan dua kampung dari Kerajaan Siak (Kewalian/Negeri Tandun dan Kewalian/Negeri Kabun).

Sampai pada tahun 1905, kerajaan tersebut diakui oleh Belanda dan menyebut kerajaan-kerajaan tersebut sebagai landscape (suatu daerah tertentu).

Pada saat itu, setiap peraturan yang dibuat oleh kerajaan harus mendapat pengesahan dari pihak Belanda.

Berdasarkan manuskrip perpustakaan Nasional Indonesia dengan nomor cod ML. 100, bekas kerajaan ini pada zaman Belanda disebut dengan nama "Luhak" bukan lukah, luhak berarti eks kerajaan.

Sementara pada masa penjajahan Jepang, luhak ini di pimpin oleh seorang "kuncho" yang diangkat langsung oleh Jepang.

Landscape, Luhak atau kuncho ini di abadikan menjadi nama kecamatan setelah Rokan Hulu berdiri sendiri sebagai sebuah kabupaten defenitif.

Bahkan keberadaan lima luhak di wilayah Rokan Hulu sudah tetap menjadi ketentuan adat, sekalipun ada perkembangan dan perluasan atau pemekaran wilaya adatnya tetap di dalam wilayah luhak yang lama.

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan SK Gubernur Militer Sumatera Tengah, Tanggal 9 November 1949, wilayah Rokan Hulu disebut Kewedanaan Pasir Pengaraian yang masuk wilayah Kampar.

Keinginan untuk menjadi sebuah Kabupaten defenitif, telah dimulai oleh masyarakat Rokan Hulu pada tahun 1962, yang ditandai dengan melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) di Pasir Pengaraian.

Pertemuan itu dihadiri petinggi masing-masing luhak, dengan rekomendasi agar Eks kewedanaan Pasir Pengaraian ditingkatkan statusnya menjadi daerah tingkat II, namun tidak membuah hasil.

Selang 6 tahun kemudian Mubes kembali dilaksanakan tahun 1968 tapi kabupaten belum juga terwujud.

Hampir tiga puluh tahun tepatnya tahun 1997, terbit SK Menteri Dalam Negeri Nomor 821.26.525, tanggal 26 Mei 1997 Pemerintah menetapkan wilayah Rokan Hulu sebagai wilayah kerja Pembantu Bupati Kampar Wilayah I.

Dua tahun kemudian tahun 1999 seiring dengan maraknya gelombang reformasi dan gelombang otonomi daerah, maka para tokoh Rokan Hulu (Pembantu Bupati Kampar wilayah I) menghendaki pula menjadi kabupaten baru dan terpisah dari kabupaten induk Kabupaten Kampar.

Load More