Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Jum'at, 15 Desember 2023 | 06:43 WIB
Ilustrasi gajah sumatera. [ANTARA/Dok TNWK]

SuaraRiau.id - BBKSDA Riau memantau adanya penambahan jumlah populasi gajah sumatera liar di kantung gajah Giam Siak Kecil. Terdapat delapan ekor anak gajah sumatera liar yang terpantau di kawasan itu.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bagian Teknis KSDA Riau, Ujang Holisudin dalam kegiatan diskusi Online Mitigasi Interaksi Negatif Satwa dan Manusia yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru, Rabu (13/12/2023).

"Kami sampaikan ada 8 anak gajah di Giam Siak kecil yang terpantau, " sebutnya.

Sementara, hasil temuan BBKSDA atas keberadaan anak gajah liar itu terpantau pada tahun 2023 ini. Sebelumya keberadaan mereka sama sekali tidak terpantau.

"Ini hasil pantauan tahun 2023," Sebutnya.

Secara rinci BBKSDA Riau belum menerangkan atau merilis informasi ini, termasuk usia dan jenis kelaminnya.

Temuan ini menjadi angin segar bagi konservasi Indonesia. Populasi spesies yang dilindungi itu kini mulai bertambah.

Selain tambahan populasi, di saat yang bersamaan, BBKSDA Riau juga mencatat adanya anomali wilayah jelajah gajah sumatera di kantung Taman Nasional Teso Nilo (TNTN).

Dua ekor gajah jantan dewasa keluar jauh dari wilayah jelajahnya menuju Sumatera Barat (Sumbar).

"Dua ekor gajah jantan dari Teso Tenggara bergerak ke Sumbar. Pada bulan Oktober gajah itu kembali ke Teso Tenggara," sebut Ujang.

Ujang menjelaskan jika kedua gajah sumatera liar itu masuk ke Sumbar melalui Kampar, tepatnya di Kampar Kiri. Ini merupakan anomali jelajah yang baru terjadi.

"Ini pergerakan yang baru, sebelumnya berbeda wilayah jelajahnya," jelas Ujang.

Hingga kini BBKSDA Riau masih melakukan analisa atas anomali wilayah jelajah yang jauh masuk ke Sumbar tersebut.

Sementara, sejumlah wilayah di Riau masih menjadi kawasan singgungan terjadinya interaksi negatif atau konflik satwa liar dilindungi dengan manusia. Kawasan itu umumnya merupakan daerah perlintasan.

"Dalam setiap konflik satwa liar, prinsip dasarnya manusia dan satwa sama-sama penting" ungkap Ujang.

Terdapat dua spesies utama konservasi di Riau, keduanya masing-masing gajah sumatera dan harimau sumatera.

Ancaman utama keberlangsungan satwa liar ini manusia dengan perubahan fungsi hutan menjadi kawasan lain, misalnya perkebunan dan peruntukkan pembangunan infrastruktur.

Selain itu juga menjadi ancaman adanya perburuan, baik perburuan langsung yang menargetkan gajah dan harimau, maupun perburuan hama perkebunan seperti babi hutan.

Sementara itu, Rimba Satwa Foundation (RSF) mengungkapkan temuan perburuan yang membahayakan keberlangsungan satwa.

"Di kantung gajah liar Balai Raja saja ada 24 jerat yang ditemukan selama hari ke empat sapu jerat yang sedang berlangsung," paparnya dalam sesi kedua diskusi online.

Keberadaan jerat akan mengganggu keberlangsungan gajah sumatera dan harimau sumatera. Jerat akan melukai satwa yang dalam status dilindungi tersebut.

Tidak jarang gajah dan harimau yang terjerat akan berujung kematian. RSF mencoba melakukan edukasi kepada masyarakat sebagai cara untuk meningkatkan pemahaman terhadap wilayah gajah dan Harimau, serta bagaimana caranya mengusir kedua satwa tersebut.

"Kami edukasi masyarakat, hasil riset disebar, terkait bagaimana cara menjauhkan gajah dan harimau dari pemukiman," papar Solfarina dari RFS Riau.

Selain menjauhkan satwa dari pemukiman, dengan menanam tanaman yang tak disukai, ekonomi masyarakat secara tidak langsung juga terbantu dengan nilai ekonomi tanaman itu.

"Tanaman keras (seperti) kopi, jengkol, pete, matoa, durian, gaharu, pinang, dan tanaman lain yang kami distribusikan di kantong Balai Raja," tutur Solfarina.

Selain itu, pihaknya juga membentuk kelompok tani hutan juga untuk membantu perekonomi dengan nilai jual tamanan tersebut.

Load More