Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Selasa, 02 Agustus 2022 | 11:41 WIB
Ilustrasi petani sawit. [ANTARA]

"Akibatnya justru terjadi kelangkaan karena aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, serta praktik penyelundupan," katanya.

Saat ini biaya-biaya untuk melakukan ekspor CPO masih sangat tinggi, lanjutnya, bila pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif dengan dinamika pasar, dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan ekspor, tentunya dengan terlebih dulu memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Menurut dia, jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Harga Eceran Tertinggi (HET) semestinya dihapuskan.

Eugenia menyatakan bila harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian. Jika diperlukan, diberikan bantuan sosial bagi masyarakat berupa minyak goreng kemasan, gunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono menambahkan satu-satunya cara untuk mendongkrak harga TBS petani hanyalah peningkatan ekspor CPO dan produk turunannya.

"Nah, untuk menggairahkan kembali ekspor CPO kebijakan ekspornya harus disederhanakan," tegas dia. (Antara)

Load More