SuaraRiau.id - Lembaga penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai rencana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mensubsidi gula petani sebesar Rp1.000 per kilogram berpotensi tidak efektif untuk meredam kenaikan harga.
“Pemerintah perlu memberikan solusi yang menyasar kepada permasalahan, supaya kualitas gula petani bisa meningkat dan berdaya saing,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi dikutip dari Antara, Senin (11/7/2022).
Menurutnya, subsidi juga dapat menimbulkan efek ketergantungan sehingga memungkinkan penghapusan subsidi harga gula akan sulit.
Azizah mengungkapkan bahwa salah satu keluhan petani adalah kesulitan untuk mengakses pupuk nonsubsidi akibat tingginya harga. Hal ini, lanjutnya, terjadi karena ada kesenjangan harga yang lebar antara pupuk subsidi dan pupuk non-subsidi.
“Dalam situasi kenaikan harga pupuk mengikuti kenaikan harga komoditas, harga pupuk bersubsidi bisa tetap sama karena dijamin oleh HET. Hal ini menyebabkan kesenjangan harga yang semakin besar dengan pupuk nonsubsidi dan membuatnya semakin tidak kompetitif,” katanya.
Selain itu, konflik geopolitik global yang sedang terjadi salah satunya berdampak pada kenaikan harga gas, yang merupakan salah satu bahan baku pupuk nonsubsidi.
Menurut Azizah, kenaikan harga pupuk nonsubsidi turut mengurangi pilihan input pertanian yang tepat untuk petani. Walaupun sebagian besar petani Indonesia adalah petani kecil dengan luas lahan kurang dari 2 ha, pupuk nonsubsidi terkadang digunakan sebagai alternatif jika pupuk bersubsidi tidak tersedia atau untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tertentu.
Sementara itu, lanjut Azizah, perkebunan besar seperti sawit dan tebu bergantung pada pupuk nonsubsidi karena mereka tidak berhak mengakses pupuk bersubsidi. Kondisi ini bisa berakibat pengurangan produktivitas atau kenaikan harga pada komoditas-komoditas perkebunan ini.
Dalam konteks gula, menurut Azizah, revitalisasi pabrik-pabrik gula juga perlu terus dilakukan yang salah satunya bisa didorong lewat mekanisme investasi yang berkelanjutan. Selain itu, pengembangan riset untuk mendukung proses produksi yang efisien juga perlu terus dilakukan. (Antara)
Berita Terkait
-
Jadi Penyakit Mematikan Ketiga di Indonesia, Apakah Diabetes Bisa Sembuh Total?
-
Cetak Gula Aren Pakai Alat Permainan Congklak, Warganet: Pantes Mainan Ini Nggak Ada Lagi
-
Bareskrim: Sebanyak 46 Saksi Diperiksa Terkait Korupsi Gerobak UMKM di Kemendag
-
Kemendag Temukan 129 Pedagang e-Commerce Jual MinyaKita di Atas Rp14.000 per Liter
-
Harga Bahan Pangan Melonjak, Ganjar Siapkan Langkah Operasi Pasar Atasi Inflasi di Jateng
Terpopuler
- Selamat Tinggal, Kabar Tak Sedap dari Elkan Baggott
- 1 Detik Jay Idzes Gabung Sassuolo Langsung Bikin Rekor Gila!
- Andre Rosiade Mau Bareskrim Periksa Shin Tae-yong Buntut Tuduhan Pratama Arhan Pemain Titipan
- Penantang Kawasaki KLX dari Suzuki Versi Jalanan, Fitur Canggih Harga Melongo
- 5 Rekomendasi Mobil Bekas Keluarga dengan Sensasi Alphard: Mulai Rp50 Juta, Bikin Naik Kelas
Pilihan
-
Berapa Gaji Yunus Nusi? Komisaris Angkasa Pura Rangkap Sekjen PSSI dan Wasekjen KONI
-
Gaji Tembus Rp 150 Juta Per Bulan, Cerita Pemain Liga 1 Pilih Main Tarkam di Luar Klub
-
Erick Thohir Angkat Sekjen PSSI Yunus Nusi Jadi Komisaris Angkasa Pura
-
5 Mobil Kecil Murah di Bawah 50 Juta, Hemat Pengeluaran Cocok buat Keluarga Baru
-
Objek Diduga KMP Tunu Pratama Jaya Ditemukan Dekat Jalur Vital Suplai Energi Bali
Terkini
-
Ada 80 Ribu se-Indonesia, Inilah Lokasi Peluncuran Koperasi Merah Putih di Riau
-
Dikha Bocah Viral Aura Farming Bakal Ramaikan Festival Pacu Jalur Nasional 2025
-
BRI Komitmen Bertransformasi Membangun Masa Depan Perbankan yang Adaptif dan Berbasis Nilai
-
Kasus Korupsi Pelabuhan Penyeberangan Meranti, 3 Tersangka Ditahan
-
Aura Farming Dikha, si Anak Pacu Jalur yang Bikin Budaya Riau Dikenal Dunia