Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Jum'at, 04 Maret 2022 | 09:01 WIB
Ustaz Das'ad Latif. [Instagram@dasadlatif1212]

SuaraRiau.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu berpidato di depan keluarga besar TNI dan Polri. Salah satu isi pidatonya terkait penceramah radikal.

Bagi Jokowi, dalam hal mengundang penceramah tidak boleh sembarangan harus dikoordinir oleh kesatuan.

Pernyataan Jokowi dalam pidatonya terkait penceramah radikal mendapat tanggapan Ustaz Das’ad Latif seperti yang dilihat di acara Apa Kabar Indonesia Malam, Kamis (3/3/2022).

Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat berpidato secara virtual di acara Dies Natalis HMI ke-75 di Puri Begawan Bogor, Jawa Barat

Ustaz yang kerap diundang untuk mengisi kajian di lingkup TNI Polri mengkritisi pernyataan dalam pidato Jokowi tentang penceramah radikal.

Menurut Das’ad Latif, apa yang disampaikan oleh Jokowi terkait imbauan TNI Polri mengundang penceramah radikal kurang lengkap.

Seharusnya himbauan untuk tidak mengundang penceramah radikal juga ditujukan untuk semua institusi, salah satunya seperti masjid dan kampus.

“Bukan cuma TNI Polri, semua institusi kampus, masjid, BUMN jangan mengundang ustaz yang mengajarkan radikalisme,” tegas Das’ad dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com.

Menurutnya yang seharusnya menjadi pokok permasalahannya adalah terdapatnya tema dan konten yang mengandung radikal.

Das’ad menambahkan apabila yang disebut dengan radikal sesuai yang dinyatakan oleh undang-undang seperti merongrong negara, mengancam konstitusi, menyebarkan kebencian.

Komponen-komponen radikal yang terdapat dalam undang-undang tersebut bagi Das’ad tidak ada alasan untuk setuju dengan radikalisme tersebut.

“Tapi kalau yang dimaksud oleh sebagian orang radikalisme adalah amar makruf nahi mungkar tentu lain persoalan,” ucap Das’ad.

“Apabila ada ustaz yang mengkritik misalnya ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, kalau ada yang mengkiritiknya tentu akan beda dengan kritikan seorang dai,” pungkas Das’ad.

Das’ad menjelaskan bahwa kritikan yang diberikan oleh setiap golongan masyarakat berbeda maksud dan tujuannya.

Kritikan yang diberikan oleh seorang dai tentu berbeda dengan kritikan yang diberikan oleh seorang akademisi.

Maka Das’ad kembali menegaskan apabila yang dimaksud radikalisme apabila yang sesuai dinyatakan oleh undang-undang, Das’ad menyetujuinya.

“Tapi kalau yang dimaksud adalah radikal amar makruf nahi mungkar, kritik-kritik terhadap ketimpangan sosial, ini tentu tidak bisa disamaratakan,” tegas Das’ad.

Das’ad memberikan saran serta solusi terhadap imbauan Jokowi, apabila tidak mau repot memilah milah mana penceramah radikal dan mana yang bukan maka undang saja ulama-ulama yang sudah memiliki sertifikasi.

“Alhamdulillah MUI sudah melakukan sertifikasi,” jelas Ustaz Das’ad.

“Bahkan saya pribadi sudah melakukan kerja sama dengan dua Polda untuk mengumpulkan para dai untuk diberikan tema strategi dakwah,” imbuhnya.

Diketahui, sebelumnya Jokowi berpidato saat menghadiri acara Rapim TNI-Polri pada Selasa, 1 Maret 2022. Hal yang dibahas salah satunya menyinggung soal mengundang penceramah radikal.

“Hati-hati ibu-ibu, kita juga sama kedisplinannya harus sama. Menurut saya enggak bisa ibu-ibu itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi,” isi pidato Jokowi.

Lanjutnya persoalan memilih penceramah dalam institusi TNI dan Polri harus diurus walaupun bagian dari mikro atau hal yang kecil.

“Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, hati-hati,” ucap Jokowi kala itu.

Load More