Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 21 April 2021 | 11:50 WIB
Gustia Ningsih, Srikandi Manggala Agni dari Siak. [Dok Manggala Agni Siak]

SuaraRiau.id - Peringatan Hari Kartini tidak sekadar merayakan Hari Kelahiran Raden Ajeng atau RA Kartini, yang terkenal sebagai pejuang emansipasi perempuan kala itu.

Berkat perjuangan RA Kartini, perempuan Indonesia terbuka pintu untuk berkarya di segala bidang, untuk kemajuan Indonesia.

Kesetaraan gender serta berani memperjuangkan hak-hak kaum perempuan tanpa perbedaan menjadi inspirasi tersendiri bagi Gustia Ningsih (37) dalam meniti kehidupan.

Akrab dipanggil Neng, ibu 3 anak itu sejak gadis sudah belajar untuk mengangkat marwah seorang perempuan. Dia tak ingin ada perbedaan dan kelas sosial dengan kaum pria.

Kisahnya bermula pada tahun 2005 saat Neng memutuskan bergabung menjadi Srikandi Manggala Agni Daerah Operasional (Daops) Siak, Riau.

"Menjadi anggota Manggala Agni itu adalah pilihan saya karna menurut saya banyak hal yang positif bisa dilakukan," kata Gustia Ningsih kepada SuaraRiau.id.

Gustia Ningsih, Srikandi Manggala Agni dari Siak bersama rekan saat memadamkan api. [Dok Manggala Agni Siak]

Setelah berkeluarga dan berstatus seorang istri pun, Neng tak ingin berpangku tangan hanya mengandalkan suaminya dan bersantai di rumah.

Neng rela berada dibarikade terdepan sebagai seorang Manggala Agni. Ia telah berjuang melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sedari dulu.

Bagi Neng, sosok Kartini memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia, sungguh menginspirasinya.

Kata Neng, selain fitrahnya sebagai ibu dan seorang istri, menurutnya, perempuan sekarang dapat berkiprah dan berkarya untuk memajukan daerah bahkan negara.

Diceritakan Neng bagaimana Ia membagi waktu antara keluarga dan profesionalitas kerja. Setiap hari Neng harus bangun pagi untuk menyiapkan sarapan untuk anak dan suami, karena, tambah Neng, pukul 08:00 Wib ia harus ikut apel bersama tim merah. Begitu setiap harinya dari Senin hingga Jumat.

"Untuk sabtu dan minggu libur, jadi sisa waktu itu lah saya manfaatkan untuk keluarga," ungkap Neng.

Neng berpandangan, kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu ancaman bagi kelestarian alam dan lingkungan Indonesia.

Kata Neng,sebagai Manggala Agni tentu dapat terjun langsung dan berbuat lebih untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman tersebut.

Sebagai Manggala Agni perempuan, ia juga bisa berperan sebagai pemegang nozzle di garis depan yang berhadapan langsung dengan api.

Pernah Ia terperosok di kedalam gambut saat memadamkan api yang tengah berkibar sejadi-jadinya. Namun kejadian itu tak membuatnya gugup apalagi jera. Malahan itu semakin memupuk semangatnya bersama tim untuk mejadikan langit tetap biru.

"Bahkan saya harus berjalan kaki sangat jauh ditambah di dalam hutan juga susah signal untuk menghubungi keluarga. Tapi alhamdulilah saya tetap semangat," jelas Neng mengingat suka dukanya saat berjibaku melawan si jago merah.

Berjuang di Manggala Agni ini mengingatkan Neng pada perjuangan Kartini zaman dulu. Kartini telah berhasil menunjukkan kepada dunia luar, bahwa perempuan dapat berbuat lebih dengan kemampuan yang dimilikinya.

Pilihan hidup
Ditambahkannya, menjadi Manggala Agni kita dapat melakukan aksi yang sangat berarti bagi keselamatan bangsa dari ancaman buruk karhutla.

"Ikut pemadaman di lapangan, patroli mensosialisasikan dampak dari Karhutla ke masyarakat semakin membuat hidup saya berwarna tanpa meninggalkan fitrah saya sebagai seorang ibu rumah tangga," bebernya.

Diceritakan Neng, awal dirinya bergabung sebagai anggota Manggala Agni, Neng bertugas sebagai Tenaga Admitrasi dan Operator Radio.

"Menjadi anggota manggala agni itu adalah pilihan saya," kata dia.

Meski dirinya seorang perempuan, kata Neng lebih jauh, hal ini tidak menjadikannya minder dan terbatas dalam berkarya.

Neng mengaku, tidak ada perbedaan tugas dengan anggota pria Manggala Agni lainnya yang mayoritas laki-laki.

Kata Neng, ketika melakukan pemadaman, dirinya tidak hanya memiliki tugas di barisan belakang.

"Perempuan juga bisa berperan sebagai pemegang nozzle di garis depan yang berhadapan langsung dengan api," jelasnya.

Sebenarnya, di Manggala Agni Daops Siak, Neng tak sendiri, ada tiga perempuan luar biasa yang siap bertungkus lumus bersama tim merah. Mereka Srihartati (30), Yusmidar (34), Syahrianti (37).

Tugas dan mimpi mereka juga sama dengan Neng yakni membuat langit Riau tetap biru.

Cuma saja, dalam peringatan hari Kartini, Neng menjadi satu satunya Perwakilan Riau sebagai perempuan tangguh dalam pengendalian Karhutla di tingkat tapak dan memenuhi kriteria.

Dalam kesempatan itu, Neng berpesan bahwa jangan adalagi streotep terhadap kaum perempuan tugasnya hanya mengurus dapur, sumur dan kasur.

Sebab, tuturnya, di zaman saat ini semua pekerjaan laki-laki juga bisa dikerjakan perempuan.

" Selamat hari Kartini untuk perempuan di Indonesia khususnya di Riau, tetap berkarya dan menjadi inspirasi bagi semua orang," pesan Neng.

Kontributor : Alfat Handri

Load More