Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 10 Maret 2021 | 09:55 WIB
Ilustrasi perawatan kulit. [Shutterstock]

SuaraRiau.id - Tren perawatan kulit menjadi hal yang sudah biasa saat ini. Namun, banyak orang kadang memilih jalan pintas untuk perawatan kulit.

Jalan pintas dengan hasil instan yang dipilih tersebut, lebih banyak tak mempertimbangkan risiko ke depan. Apalagi produk yang digunakan tidak berizin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak berlabel halal.

Hal tersebut membuat kulit menjadi rusak.

"Krim abal-abal itu dalam asumsi saya mengandung logam berat, merkuri. Mudah-mudahan belum muncul efek serius. Jika kita tahu mengandung merkuri, harus segera dihentikan," ujar kata dr Fatimah Zahra, M.Biomed AAM dilansir dari Antara, Rabu (10/3/2021).

Kata Dokter Fatimah, semakin lama dipakai produk mengandung merkuri akan semakin menumpuk di jaringan kulit dan perlu waktu lama hingga tahunan untuk menghilangkannya.

Meski demikian, ada solusi yang diberikannya. Yang pertama adalah mengonsumsi antioksidan yang tinggi.

"Supaya logam berat tidak berefek lama karena mengendap di ginjal, juga harus disertai minum air putih yang banyak. Jangan lupa diet sehat, konsumsi makanan dengan banyak serat, dan menjalani gaya hidup yangs sehat," sebutnya.

Tak hanya itu, Dokter Fatimah juga menyarankan untuk memilih produk kecantikan yang sudah berizin BPOM, berlabel halal, dan konsultasi ke dokter kulit atau dokter kecantikan.

Fatimah menyarankan, dalam memilih kosmetik untuk mencari produk yang menyehatkan kulit, bukan sekadar menawarkan kulit putih dan bersinar.

"Kalau diartikan putih tetapi tidak sesuai dengan warna kulit di bagian tubuh lainnya kan jadi lucu. Wajah itu ada rona-ronanya, ada rumusnya seperti yang ada di Fitzpatrick. Nggak mungkin kan wajahnya putih mengilap sementara leher dan tangannya hitam, itu nggak bagus," terang dia.

Dari referensi yang pernah dibacanya, memang banyak perempuan Indonesia ingin memiliki kulit yang putih.

"Mereka sebenarnya korban iklan. Di Indonesia kulit putih digadang-gadang lebih cantik, padahal jelas kulit Indonesia, dan Asia Tenggara berbeda-beda. Ada suku tertentu yang berkulit putih, tapi tidak semua. Kita berkulit gradasi, putih sampai sawo matang." kata Fatimah.

Ia juga mengkritisi soal bombardir iklan yang mengeneralisir bahwa cantik itu jika kulitnya putih.

"Sebaiknya produsen kosmetik juga harus bijaksana. Jangan beriklan dan membentuk mindset bahwa kulit putih itu cantik, tetap lebih kepada kulit sehat." tuturnya. (Antara)

Load More