Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 18 Januari 2021 | 15:34 WIB
Foto lucky saat berada di tanah Papua bersama dengan motornya. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

SuaraRiau.id - Seorang warga Duri Kecamatan Bengkalis Riau bernama Syarifuddin Lukito punya banyak pengalaman ketika mengelilingi berbagai wilayah di Nusantara.

Lucky, sapaan akrabnya, memulai menjelajahi Indonesia pada pertengahan 2007 silam. Ia memulai perjalanan dari kilometer 0 di Sabang, Aceh dengan motor tua seorang diri.

Pada 2009 saat genap dua tahun perjalanannya menyusuri negeri, Lucky tiba di daerah Maluku Selatan. Dia mengaku sempat disandera oleh anggota kelompok separatis dari Republik Maluku Selatan (RMS).

Selama ditahan oleh kelompok tersebut, Lucky hanya bisa pasrah seraya berdoa. Namun dari kenangannya itu, Lucky mengaku tidak pernah diperlakukan kasar maupun penyiksaan fisik sama sekali, hanya saja dirinya dipancing emosinya dengan bentakan-bentakan dari pria bertubuh besar.

Pria kalem ini tak juga melawan dan tak juga membantah, hingga keesokan harinya datang sejumlah anggota TNI dari Koramil setempat yang melakukan negosiasi untuk pembebasan dirinya.

"Sempat ditahan satu hari, hanya dibentak saja, dipancing emosi," ujar Lucky kepada SuaraRiau.id saat ditemui di kediamannya, Sabtu (16/1/2021).

Lalu dirinya dilepaskan berkat negosiasi yang berhasil dari TNI tersebut.

Menurut Lucky, setiap kali jumpa TNI selama perjalanan di Indonesia timur khususnya wilayah-wilayah perbatasan, dirinya disambut sangat istimewa.

Lucky saat menunjukan sertifikat yang menerangkan perjalanan awalnya dari Sabang, Aceh pada 13 Juni 2007. [Suara.com/Panji Ahmad Syuhada]

Sebab kata dia, TNI yang dijumpainya rata-rata bangga dengan penjelajahan negeri untuk kampanye nasionalisme.

Kemudian, pada saat ditangkap kelompok tadi, Lucky menyebut sebabnya lantaran membawa bendera merah putih di motor tuanya tersebut, hingga dia harus berurusan dengan kelompok RMS hingga disandera satu hari.

Memori kelam itu melengkapi perjalanannya menjelajahi negeri. Sambil mengingat, dia merasakan bahwa itu merupakan salah satu kenangan kelam yang pernah dijalani selama penjelajahan tersebut.

Hingga sekarang dua pasang baju dan celana tersebut tak pernah dicuci, karena dia merasa bahwa baju itu menyimpan banyak kenangan tentang perjalanan selama 6 tahun menjelajahi nusantara.

"Baju itu sampai sekarang tak pernah aku cuci, karena bagiku itu debu Indonesia, banyak kenangan," ujar bapak tiga anak tersebut.

Sekarang dua pasang baju yang digunakannya keliling Indonesia tersebut dipajang di rumahnya yang berada di Jalan Jawa, Duri. Di situ, Lucky bersama istri dan anak-anaknya tinggal menetap.

Dalam penjelajahannya selama 6 tahun itu, pria kelahiran Makassar 1980 tersebut rela mengorbankan pekerjaan dan studinya untuk kampanye damai bersama motor tua. Kendaraan jenis Honda Tiger 200 CC rakitan 2002 menemani langkahnya menyinggahi 514 kabupaten/kota, serta melihat kehidupan masyarakat suku pedalaman di Nusantara.

Di bawah terik panas matahari, baju dua pasang tersebut menjadi pelengkap perjalanan, di belakang motornya juga diikat bendera merah putih sebagai identitas bangsa.

Sepanjang jalan motor tuanya meraung-raung, jalan panjang yang dilaluinya tersebut hanya bermodalkan uang Rp 1,5 juta.

"Awalnya cuma bawa uang Rp 1,5 juta untuk perjalanan, tapi selama perjalanan ada saja yang bantu," ujarnya.

Selama penjalajahnya itu Lucky mendapatkan pengalaman yang sangat berharga, dia mengakui awalnya dapat motivasi dari seorang penjelajah negeri yang menggunakan sepeda kayuh.

"Dulu waktu saya masih di Makassar, ada penjelajah juga yang mampir ke rumah, tapi dia naik sepeda. Saat itu terpikir oleh saya untuk mencoba hal yang sama," kata dia.

Selama itu pula, Lucky yang pada saat itu masih berstatus lajang dengan modal nekat menyusuri negeri dengan membawa peta manual kertas. Buku atlas yang terpajang peta nusantara menjadi penunjuk langkahnya menyusuri gugusan kepulauan di Indonesia.

Dia ingat, selama perjalanan itu ada sekitar ratusan kali menyeberangi lautan. Begitu pula jalur udara pernah ditempuh dirinya, hanya saja untuk jalur udara menggunakan pesawat tersebut dia hanya menjalaninya tiga kali.

"Kalau naik pesawat tiga kali, motornya diletakkan dalam bagasi. Kalau nyeberang laut naik kapal tak terhitung, sampai ratusan kali lah," ceritanya.

Kemudian, ada kenangan tentang penyeberangan yang cukup suram bersama motor tuanya. Saat berada di Merauke untuk menyeberang ke daratan lainnya Lucky mesti membongkar motor yang berbodi bongsor tersebut.

Saat itu, kapal berukuran kecil tidak mampu menampung ukuran motor dia. Sehingga mengharuskan dirinya membongkar sendiri seluruh komponen sepeda motor itu dan memasukan ke dalam dus besar. Termasuk ban, tangki, stang serta komponen otomotif lainnya.

"Waktu itu mau nyeberang karena motor ini besar jadi dibongkar semuanya," katanya.

Kemudian, kenangan jalur udara pernah dilaluinya pada saat berada di Timika Papua, saat itu kerusuhan pecah. Makanya dia memutuskan untuk terbang ke Ambon menggunakan pesawat.

"Dulu ada istilah Timika itu Tiap Minggu Kacau, itu dulu, jadi saat itu aku diterbangkan naik pesawat. Sepanjang jalan tak pernah putar balik, selalu cari jalan agar bisa terhubung ke daerah lainnya," ungkapnya.

Perjalanan 6 tahun menyusuri negeri yang dijalani Lucky tak semudah sekarang, saat itu dia hanya berbekal peralatan seadanya, dia pun mengunjungi setiap kabupaten dan kota yang ada di Indonesia.

Bukti-bukti perjalanannya itu diabadikan dengan momen foto bersama dan surat keterangan dari pemerintah setempat. Dalam hal ini, misi yang dijalaninya diyakini sukses untuk membawa semangat Indonesia damai dan menggelorakan jiwa nasionalisme.

"Yang paling berkesan itu memang di daerah Indonesia timur," kata dia.

Di situ, banyak kenangan dirinya dengan motor tua yang menjadi pelengkap perjalanan. Masa-masa suram dilalui Lucky dengan penuh keikhlasan. Targetnya, dia mampu menyusuri semua wilayah Indonesia dengan penuh suka cita.

Berada di Papua, lulusan manajemen informasi AMIK Mitra Gama ini mengalami hal-hal yang tidak terduga. Mulai dari susah hingga senang terlewati sendirian, namun yang paling berkesan, kata dia, saat berada di Pulau Banda Naira Maluku Tengah, tempat dimana beberapa tokoh perjuangan Indonesia pernah diasingkan pada zaman kolonial Belanda.

Load More