Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Selasa, 05 Januari 2021 | 20:23 WIB
Juari saat menunjukkan proses pembuatan tempe di tempat usahanya di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Selasa (5/1/2021). [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Naiknya harga kedelai nasional menyebabkan kelangkaan bahan baku pembuatan tempe dan tahu di tengah masyarakat. Hal ini juga membuat pengusaha tahu tempe harus rela kehilangan omset.

Sejumlah pengusaha tahu tempe menjerit dengan naiknya harga kedelai. Seperti dikatakan Juari (51) pengusaha tahu tempe di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau.

"Semenjak harga kedelai naik, omset yang kami dapat sangat turun drastis," kata Juari kepada SuaraRiau.id, Selasa (5/1/2021) petang.

Usaha rumahan miliknya itu sudah digelutinya selama 10 tahunan. Biasanya dalam sehari dirinya bisa memproduksi tahu dan tempe dengan 250 kilogram (kg) kedelai.

"Sekarang sehari paling 100 kg kedelai. Saat ini, omset sudah berkurang Rp 200 ribu per hari," kata ayah 3 orang anak itu.

Dengan kondisi seperti ini, Juari masih menjual tahu tempe dengan harga normal seperti biasanya.

"Kalau lama-lama begini dan kalau gak sabar ya cari pekerjaan lain," timpalnya.

Untuk 100 Kg kedelai, Juari dapat memproduksi 420 batang tempe dengan 3 varian ukuran.

Proses pembuatannya, tambah Juari, juga memerlukan waktu. Untuk membuat tempe, perlu 3 hari baru bisa dijual dan dipasarkan.

"Kalau tahu hari ini kita buat besok sudah bisa dipasarkan. kalau tempe butuh waktu 3 hari baru bisa dijual dan itu dengan perawatan yang maksimal," terang Juari.

Ke depan, lanjutnya, jika kondisi seperti ini, Juari mengaku akan menyiasatinya dengan ukuran tempe maupun tahu sedikit diperkecil agar bisa seimbang dengan biaya produksi dan operasional.

"Kita harus menggaji 3 karyawan Rp 180 ribu per harinya. belum biaya transpornya, biaya untuk membeli kayu masaknya," urai Juari.

"Per hari kita menghabiskan Rp 300 ribu lebih hanya untuk operasional dan gaji karyawan," sambungnya.

Untuk pemasaran, Juari sudah punya langganan tetap di pasar dan pedagang yang langsung mengambilnya dirumah.

Harga tempe yang ukuran besar Juari menjual ke pasar dengan harga Rp 7.500, yang sedang Ia jual Rp 2.500, dan yang paling kecil Rp 1.000.

Kendati demikian, kata Juari, untuk produksi tahu tempe yang dibuatnya tidak menurun. Namun, dalam segi keuntungan sangat mengalami penurunan.

"Ya mau tidak mau harus tetap bertahankan, selain menjaga langganan juga harus bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi sembako pun harganya naik semua," jelasnya.

Juari berharap pemerintah bisa menormalkan lagi harga kedelai.

"Juga memperhatikan memperhatikan usaha kecil begini," jelasnya.

Diakui Juari, dirinya dan keluarga sering didata soal bantuan dan sebagainya, baik dari tingkat RT hingga Pemerintah Daerah Siak. Namun, bantuan tersebut tidak pernah ia terima.

"Dari dulu didata terus tapi bantuannya gak pernah terima," ungkapnya singkat.

Sebelum pandemi Covid-19, per hari Juari bisa memproduksi tahu tempe dengan kedelai sebanyak 250 kg.

"Paska itu menurun jadi 220 kg, kadang 200 kg, tambah dengan harga kedelai naik sekarang jadi produksi 100 kg per harinya," tuturnya.

Kontributor : Alfat Handri

Load More