Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Kamis, 29 Oktober 2020 | 10:29 WIB
Ilustrasi tinta pencoblosan. [Shutterstock]

Sambung Aidil, selain dihadapkan dengan bekurangnya ceruk pemilih lantaran peralihan generasi (meninggal), Masyumi Reborn nantinya juga berhadapan dengan persaingan antar partai Islam sendiri.

"Jadi jika pada tahun 1955, Masyumi bisa dikatakan leluasa merancang komunikasi politik dengan muatan nilai Islam. Hal itu tidak sesuai dengan realita sekarang karena partai partai Islam yang banyak, sehingga Masyumi perlu menampilkan gaya tersendiri agar dapat menarik minat pemilih," imbuhnya.

Perlu diketahui, pada pemilu tahun 1999 ada dua entitas partai politik yang mengusung nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Islam Indonesia Masyumi. Kedua partai tersebut belum beruntung dalam kontestasi pertama di era reformasi.

Saat itu Partai Masyumi Baru hanya meraup 152.589 suara (0,14 persen) sedangkan Partai Islam Indonesia Masyumi mendulang 456.718 suara (0,43 persen).

Torehan tersebut jauh dibawah capaian partai dengan corak Islam yang sekarang exis.

Bahkan masih dibawah capaian Partai Bulan Bintang, partai yang juga disebut-sebut sebagai penerus Masyumi. Saat itu PBB meraup lebih kurang 2 juta suara dengan raihan 13 kursi di parlemen Senayan.

Kontributor : Satria Kurnia

Load More