Untuk mendengar berbagai masukan dari petani, Mendag menggelar dialog dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di berbagai daerah, salah satunya Lampung, untuk kemudian menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan.
Dalam sesi dialog, para petani sawit mengutarakan rendahnya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di tingkat petani. Untuk itu, pemerintah meminta pelaku usaha membeli tandan buah segar (TBS) paling sedikit seharga di atas Rp2.000 per kg.
Sementara saat menghadiri dialog dengan Apkasindo Kalimantan Timur, para petani menyampaikan hal yang sama. Pada kesempatan tersebut, Mendag sempat memastikan bahwa keadilan harga TBS akan diupayakan tercapai.
Untuk itu akan dilakukan pengawasan dan koordinasi dengan pihak terkait agar petani sawit dapat menikmati harga yang bagus.
Salah satu yang menjadi rencana Mendag untuk meningkatkan harga TBS adalah dengan meningkatkan ekspor CPO. Kuncinya, perusahaan eksportir harus dapat menyerap hasil petani sawit.
Mendag menilai ketika tangki-tangki di perusahaan pengolahan sawit kosong karena peningkatan ekspor, maka perusahaan akan kembali membeli TBS. Sehingga terjadi peningkatan daya beli TBS, hingga perlahan harga akan membaik dan menunjang kesejahteraan petani.
Terobosan lain yang diutarakan Zulhas yakni pengembangan teknologi sederhana pengolahan minyak goreng curah. Kemendag akan membuat proyek percontohan pemurnian sederhana dengan hasil minyak goreng curah merah yang dijalankan koperasi. Jika berhasil, maka teknologi tersebut akan menyerap hasil petani sawit.
Selain itu Mendag berencana mencabut aturan DMO dan dan Domestic Price Obligation (DPO) demi mengerek harga TBS kelapa sawit, sehingga ekspor menggeliat lebih cepat. Namun rencana tersebut akan didiskusikannya terlebih dahulu dengan pengusaha dan pihak terkait.
Konsistensi kebijakan
Sederet kebijakan yang dilancarkan pemerintah sebagai upaya menjaga kestabilan harga dan pasokan selayaknya tidak bersifat impulsif. Mengingat konsistensi kebijakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Konsistensi kebijakan akan membuat pasar bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap apapun yang diputuskan pemerintah.
Namun, jika kebijakannya kerap berubah dalam waktu singkat, yang terjadi yakni pasar akan menunda keputusan-keputusan bisnis yang berujung pada kerugian yang harus ditanggung konsumen. Di antaranya, keterbatasan produksi, kelangkaan barang, hingga kenaikan harga.
Ekonom INDEF Dzulfian Syafrian memandang ketika pasarnya didominasi sedikit perusahaan, sedangkan negara hanya memiliki kemampuan terbatas untuk mengontrolnya, maka kegagalan pasar adalah sebuah keniscayaan, di mana penguasa pasar akan mampu mengatur pasokan bahkan harga di pasar.
Dalam hal ini, penting untuk mengatur pasar yang kompetitif agar ke depan produsen dan distributor tidak lagi mempermainkan pasokan dan harga.
Dengan babak baru pengendalian harga dan pasokan minyak goreng, pemerintah mulai memberikan sinyal bahwa koreksi kebijakan tidak akan berubah lagi dalam waktu dekat, sehingga, pengusaha bisa dengan nyaman mengambil keputusan bisnis mereka, termasuk produksi dan distribusi barang-barangnya ke pasaran. (Antara)