Sebut saja penolakan pembangunan gereja, penolakan pemilihan kepala daerah beragama Kristen, atau pelarangan aplikasi injil berbahasa daerah.
Sebagian dalam aksi boikot Indomaret, Alfamart. Ada juga pada pembangunan perumahan khusus muslim, toko khusus muslim, salon rambut khusus muslim. Atau juga menyingkirkan non muslim dari posisi-posisi strategis di BUMN, di instansi pemerintahan, di kementerian, di universitas.
“Itu semua tindakan berbahaya walau tidak memakan korban fisik,” katanya.
“Orang seperti Din, Rizieq, Amien mungkin tidak setuju dengan aksi bunuh diri itu, namun mereka menshare tujuan yang sama. Karena itulah dibutuhkan mindset bahwa umat Islam di Indonesia tidak sedang ditindas. Wacana ini yang harus dibongkar,” katanya lagi.
Ade pun menyebut, ada benang merah itu semua dengan kasus bom bunuh diri di Makassar beberapa hari lalu. Atau dengan apa yang dilakukan ISIS di Suriah, dan Irak.
Itu semua adalah upaya untuk membangun kejayaan Islam dan menghancurkan nonmuslim dalam sebuah dunia yang dipersepsikan tidak adil dan zalim terhadap umat Islam.
“Sekarang saja kita sudah mendengar terhadap aksi di Makassar itu. Ada yang mengatakan ini adalah rekayasa pemerintah, untuk menyudutkan umat Islam. Ada yang menyebut ini adalah upaya pengalihan isu dari tuntutan pengadilan HAM dari sikap Polisi yang menewaskan para laskar FPI,” katanya.
Bagi dia, pembelaan semacam ini tentu saja mengada-ada. Sebab kalau ini rekayasa, bagaimana mungkin sampai menewaskan para pelaku bom bunuh diri.
“Selama wacana ini masih bertahan, segenap ancaman diskriminasi, intoleransi sampai aksi teror akan terus mengancam Indonesia,” tegas Ade.
Seperti yang diketahui, bom bunuh diri terjadi di Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021). Dalam peristiwa itu pelaku yang belakangan diketahui pasangan suami istri tersebut tewas di lokasi kejadian. Sementara akibat insiden ini setidaknya ada 20 orang terluka.