SuaraRiau.id - Hasil investigasi Komnas HAM bahwa anggota laskar FPI membawa senjata api dan senjata rakitan, demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, kelompok sipil sesuai undang-undang dilarang membawa senjata baik senjata api maupun tajam.
"Ada kelompok sipil yang membawa senjata api, senjata rakitan, dan senjata tajam yang dilarang undang-undang. Itu sudah ada gambarnya semua," kata Mahfud MD dikutip dari Antara, Kamis (14/1/2021).
Isi laporan Komnas HAM, kata dia, baku tembak terjadi karena adanya provokasi dari laskar yakni komando untuk menabrak mobil polisi.
"Laporan Komnas HAM, seumpama aparat tidak dipancing, tidak akan terjadi. Karena Habib Rizieq-nya jauh. Tapi ada komando tunggu aja di situ, bawa putar putar, pepet, tabrak dan sebagainya. Komando suara rekamannya," terangnya.
Menkopolhukam juga memastikan semua laporan Komnas HAM tidak akan ditutup-tutupi dan akan dibuka dalam persidangan.
"Nanti kita ungkap di pengadilan, kita tidak akan menutup-nutupi," katanya.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan bahwa peristiwa tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 tol Cikampek bukan pelanggaran HAM berat.
Dia mengatakan bahwa tidak terdapat indikasi pelanggaran HAM berat pada peristiwa tersebut.
"Kami menyampaikan sebagaimana sinyalemen di luar banyak beredar bahwa ini dikatakan, diasumsikan, sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Taufan.
Menurut dia, indikator pelanggaran HAM berat misalnya, satu perintah yang terstruktur, terkomando, termasuk juga indikator isi, ruangan, kejadian, dan lain-lain.
Namun, kata dia, peristiwa tewasnya 6 laskar FPI ini merupakan pelanggaran HAM.
"Karena itu memang kami berkesimpulan ini merupakan satu pelanggaran HAM karena ada nyawa yang dihilangkan," ujarnya.
Komnas HAM merekomendasikan kasus tewasnya 6 laskar FPI dibawa ke peradilan pidana. Laskar FPI ini tewas ditembak petugas kepolisian karena terlibat bentrok.
"Untuk selanjutnya kami rekomendasikan agar dibawa ke peradilan pidana untuk membuktikan apa yang kita indikasikan sebagai 'unlawful killing'," terang Taufan. (Antara)