Eko Faizin
Sabtu, 22 November 2025 | 18:54 WIB
Noor Kholis, Ketua Kelompok Tani Barokah di Kepenghuluan Langgam saat menunjukkan tanaman cabai yang tumbuh subur. Cabai itu hasil kolaborasi petani dan EF dalam memajukan ekonomi masyarakat. [Suara.com/Rahmat Zikri]
Baca 10 detik
  • Secercah harapan muncul di tengah ekspansi perkebunan sawit di Pelalawan.
  • Sebuah komunitas tetap menjaga ruang hidup hutan adat yang kian sempit.
  • Mereka berjuang menjaga hutan dengan kearifan lokal dan bernilai ekonomis.

"Selain kami, Langgam juga dijaga oleh 11 Inyiak Balang (harimau). Terakhir dua tahun lalu, saat ada fitnah di desa mereka datang dalam mimpi salah satu perwakilan suku dan menunjukkan solusi permasalahan. Imbo Tanah Baguo adalah pusat mereka berkumpul dan kami beri makan sebagai bentuk terima kasih," tutur dia.

Perjalanan ke hutan Imbo Tanah Baguo dilakukan secara hati-hati. Banyak tebing setinggi 5 meter yang memisahkan jalan kampung dan hutan. Di sisi lain harus menuruni tebing sedalam 10 meter.

Sejuk dan rindang, begitulah kesan pertama saat mulai masuk dan menuruni tebing itu. Di bagian bawah di antara pohon-pohon rimbun itu, tampak seperti hamparan daun layaknya karpet hijau yang tak berujung dengan dasar empuk.

Udaranya dingin, bau yang menenangkan hati seperti sedang masuk ke ruang meditasi alam.

Begitu kaki melangkah menginjak lantai hutan, dunia seolah berubah. Aroma beragam pohon dan tanah basah bercampur dengan semerbak dedaunan yang membusuk alami.

Tak hanya itu, sesekali cahaya matahari menembus celah dedaunan, menari di udara seperti serpihan emas.

Bahkan sesekali terdengar suara Elang dan Siamang bersahutan di puncak pohon Jelutung Melayu, suara itu menjadi irama penyambut dan mengantar siapa pun yang datang dan pergi dengan niat baik.

"Kalau beruntung, kadang terdengar juga suara burung elang. Saat makanan habis, mereka akan berpindah ke Imbo Salak atau Imbo Baleghiang dan nantinya kembali lagi," tutur Nasrullah sambil sesekali menyingkap ranting yang menutupi jalan setapak di hutan adat itu.

Siang itu, Nasrullah langsung menjadi pemandu menyusuri hutan yang juga menyimpan ribuan rahasia dan cerita turun-temurun. Salah satu rahasia itu adalah Apotek Alam.

Apotek Alam

Hutan Imbo Tanah Baguo di Kelurahan Langgam ternyata bukan hanya rumah bagi pohon-pohon besar yang menjulang tinggi, tetapi juga menjadi lumbung berbagai tanaman obat tradisional layaknya apotek hijau alami di tengah desa.

"Bagi masyarakat Langgam, Imbo Tanah Baguo bukan sekadar hutan adat atau ulayat. Ia juga apotek alam tempat tumbuh lebih dari ribuan jenis tanaman obat," kata Nasrullah

Ada daun sialang, getah karet hutan hingga pasak bumi atau Akar Mato Ali yang dipercaya untuk mengobati banyak penyakit.

"Kalau anak demam, kami ambil daun sialang. Kalau luka pakai getah karet hutan. Ada juga pohon pasak bumi untuk obat kuat. Jika namanya disebut akan sulit mencabutnya," tutur Nasrullah.

Tak hanya itu, beragam tumbuhan berkhasiat lainnya juga telah lama dimanfaatkan masyarakat. Ada kayu sundak langit yang juga digunakan sebagai obat penurun panas. Ada juga akar kayu besi dikenal sebagai ramuan untuk menjaga stamina dan vitalitas pria. Daun setunduk bersama Sitawar Sidingin yang kerap dijadikan obat "keteguran" dan penurun demam.

Load More