Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Minggu, 16 Maret 2025 | 21:33 WIB
Isu Politik Uang Warnai PSU Siak, Nama Politisi PAN Ikut Terseret. [Ist]

SuaraRiau.id - Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Siak diwarnai dengan dugaan money politic alias politik uang. Bahkan nama salah satu kader Partai Amanat Nasional (PAN) ikut terseret.

Politisi PAN Siak yang terseret ialah Risa Syukria alias Ica. Kader partai berlambang matahari ini disebut telah membagikan uang lewat Posyandu.

Ica disebut-sebut meminta memilih pasangan calon (paslon) 03 Alfedri-Husni Merza dalam PSU yang akan digelar pada 22 Maret 2025 mendatang.

Kabar santer inipun menguat setelah salah satu warga Jayapura, Kecamatan Bungaraya, Siak mengaku mendapat uang tunai Rp500 ribu.

Baca Juga: Riuhnya PSU Siak, Perang Narasi di Medsos hingga Aksi Saling Rekam Video

Warna berinisial J (35) mengatakan uang ratusan ribu itu disebarkan melalui oknum-oknum kader Posyandu di sekitar lokasi PSU.

"Saya dapatnya dari Ibu-ibu kader Posyandu, yang juga timses Ica waktu caleg PAN dulu. Nilainya Rp500 ribu, disuruh memilih 03. Uang disebar sejak tiga hari setelah putusan MK," katanya kepada media, Sabtu (15/3/2025).

Melansir Riauonline.co.id, J menyampaikan jika sebenarnya sangat mudah untuk mengetahui perihal penyebaran uang di lokasi PSU.

Hal itu karena ibu-ibu kader Posyandu ada yang terekam CCTV di lokasi pengambilan uang. Termasuk saat pembagian uangnya.

"Saya pun sebenarnya pegang bukti video CCTV-nya. Cuma saya jujur sangat takut kalau harus melapor, karena katanya yang memberi dan menerima kena pidana. Sementara saya dan beberapa anggota keluarga, sudah terlanjur menerima. Kami takut kena hukum," terangnya.

Baca Juga: Bukti Dugaan Bagi-bagi Uang Paslon 03 Diserahkan Warga ke Bawaslu Siak

Lebih lanjut, dia mengatakan, perihal pembagian uang untuk memilih Alfedri-Husni sudah jadi rahasia umum di lokasi PSU Jayapura. Karena pembagiannya di awal itu dilakukan secara asal-asalan oleh tim 03.

"Ya namanya dikasih, terima aja. Kalau tidak terima takut juga. Seperti saudara saya yang PNS juga terpaksa menerima, karena takut kalau menolak dinilai tidak setia sama pimpinan," cerita JP.

Meski berulang kali dipaksa awak media untuk mau melapor ke Bawaslu, J tidak berani. Baginya ancaman hukuman penjara sangat menakutkan, apalagi ia cuma masyarakat biasa.

"Kami cuma rakyat kecil yang diperalat mereka. Sekarang saudara-saudara saya yang menerima pada ketakutan. Bahkan ada yang sampai jatuh sakit karena kepikiran. Apa Ica atau Pak Alfedri mau tanggungjawab kalau kami ini masuk penjara? Kami sudah jera. Yang penting kami tak mau lagi terlibat politik uang," tegas J.

Pemberi-penerima bisa dipenjara

Isu money politic di Kampung Jayapura Siak semakin santer jelang PSU. Salah satu petani di kampung tersebut bahkan mengaku menerima uang Rp16 juta untuk memilih salah satu paslon.

Sebelumnya Ketua Bawaslu Siak, Zulfadli Nugraha mengatakan akan terus bergerak menelusuri berbagai bukti.

"Kami akan membentuk warung pengawasan sebagai posko pengaduan di setiap TPS yang menjadi titik PSU," ungkapnya.

Ditambahkan Fadli, Bawaslu juga akan segera melakukan patroli bersama Gakumdu untuk mencegah terjadinya politik transaksional.

"Kami juga akan melakukan patroli bersama Gakumdu agar dapat mencegah terjadinya money politik," sebutnya.

Fadli menjelaskan, pada pasal 187A ayat 1 dibunyikan bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih.

Lalu, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat 4, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

"Sesuai dengan aturan, pemberi dan penerima bisa dipenjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dengan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling besar Rp1 miliar," ungkapnya.

Untuk itu, Fadli mengimbau kepada seluruh masyarakat dan tim pemenangan paslon untuk menjauhi politik transaksional.

"Untuk warga dan tim pemenangan paslon jangan coba-coba untuk melakukan money politic," tegas Fadli.

Load More