Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 12 Maret 2025 | 10:40 WIB
RSUD Tengku Rafian Siak, salah satu tempat PSU. [Ist]

SuaraRiau.id - Dua warga Kampung Jayapura yang menjadi lokasi tempat pemungutan suara ulang (PSU) mendatangi Kantor Bawaslu Siak untuk menyerahkan bukti dugaan money politic (politik uang), Senin (10/3/2025) pukul 11.00 WIB.

Hal itu dibenarkan Koordinator Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Siak, Ahmad Dardiri menyebutkan dua orang warga yang hadir tersebut menyerahkan dua alat bukti.

"Ada bukti uang dan satu buah flasdish, untuk jumlah uang dan isi flashdisk nanti akan kami sampaikan. Kami sedang menelusuri," ungkapnya, Selasa (11/3/2025).

Tempat pemungutan suara ulang (PSU) di Kampung Jayapura, Kecamatan Bungaraya Kabupaten Siak. [Ist]

Dikatakan Dardiri, dari informasi yang disampaikan warga, uang itu rencananya akan dibagikan ke warga yang berada di TPS 3 Kampung Jayapura untuk memilih paslon (pasangan calon) 03.

Baca Juga: Dugaan Cawe-cawe Pejabat hingga Politik Uang di PSU Siak, Bawaslu Harus Tegas

"Uang itu rencananya akan dibagikan untuk memilih paslon 03. Namun hal tersebut akan kami telusuri kebenarannya nanti. Insyaallah akan terungkap," katanya.

Dardiri menambahkan jika pihaknya belum dapat menjelaskan secara rinci data warga yang datang ke Bawaslu membawa dua alat bukti.

"Warga ini kan langsung sebagai penerima uang tersebut. Untuk yang memberi atau sumber uang tersebut dari mana belum bisa kami sampaikan untuk keperluan penelusuran nantinya," sebutnya.

Dardiri mengaku Bawaslu segera melakukan koordinasi dengan sentra Gakumdu terkait politik uang yang saat ini sedang menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat.

"Kami terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan sentra Gakumdu untuk menelusuri money politic ini," lanjut Dardiri.

Baca Juga: Heboh Ada Paslon PSU Siak Sebar Uang, Bawaslu: Pemberi-Penerima Bisa Dipenjara

Lebih jauh dikatakan Ahmad Dardiri, pihaknya sudah melakukan sosialiasi kepada masyarakat terkait money politic.

"Kami sudah melakukan sosialisasi pencegahan terkait money politic,” beber Ahmad Dardiri.

Sedikitnya, ada 8 titik baliho imbauan Bawaslu Siak pasang di tiga lokasi terjadinya PSU.

"Untuk mencegah terjadinya money politic, kami juga sudah memasang 8 titik baliho di lokasi PSU," tutupnya.

Politik uang hingga cawe-cawe pejabat 

Sebelumnya, mantan Ketua KPU Riau, Ilham Muhammad Yasir menyoroti dugaan politik uang dan cawe-cawe pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelang PSU di Pilkada Siak 22 Maret mendatang.

Pertama, Ilham menanggapi hebohnya kejadian pembagian uang Rp16 juta oleh salah seorang tim resmi salah satu pasangan calon (paslon) Pikada Siak ke 32 pemilih di TPS 3 Jayapura, Bungaraya.

Kedua, terkait viralnya pertemuan beberapa pejabat ASN di lingkungan Pemkab Siak dengan kelompok pekerja di PT TKWL yang terkait pemilih di TPS 3 Buantan Besar, Kecamatan Siak secara tertutup di salah satu rumah pejabat di Pemkab Siak.

Menurut Ilham yang saat ini aktif di Yayasan Peduli Literasi Demokrasi Riau (YPLDR), unsur politik uangnya sudah terpenuhi jika benar adanya yakni untuk mempengaruhi pemilih pada PSU.

"Unsur-unsur money politic-nya terpenuhi. Ada pemberi, penerima, imbalan (uang), dan mempengaruhi pilihan," jelas Ilham, Jumat (7/2/2025).

Terkait pertemuan pejabat setempat bertemu dengan para karyawan perusahaan di rumah ASN, dia menyebut jika kejadian itu menyalahi aturan.

"Apalagi ada individu yang berlatar belakang pejabat ASN. Itu melibatkan pemilih di perusahaan yang di dalamnya ada pemilih yang akan memilih di PSU," tegas Ilham.

Bawaslu harus tegas

Ilham menambahkan jika Bawaslu Siak yang diperintahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus bertindak tegas. Bawaslu harus mengawasi seluruh peroses pelaksanaan PSU di Siak karena berkaitan dengan integritas

"Dua kejadian tersebut telah mengancam kemurnian dan integritas Pilkada di Siak," sebutnya.

Lebih lanjut, Ilham menyatakan bahwa risikonya besar, jika pasca PSU kembali dibawa lagi ke MK. Selain menindak tegas paslon yang terlibat, MK nantinya memproses perangkat penegak hukum kepemiluan.

"Apakah itu bentuknya pidana pemilihan, hingga kode etik jika ada kesalahan di jajaran penyelenggara, karena tidak menggunakan perangkat kewenangan yang telah diberikan oleh undang-undang," tegas Ilham.

Kontributor : Alfat Handri

Load More