SuaraRiau.id - Kasus dugaan pelecehan seksual bocah TK oleh teman sekelasnya di Pekanbaru seharusnya menjadi perhatian bersama.
Pengamat hukum dan kriminal Erdiansyah mengatakan bahwa korban maupun terduga pelaku kekerasan seksual harus diberikan pendampingan psikolog.
Sebab terduga pelaku merupakan anak di bawah 12 tahun dan tak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Kalau anak di bawah 12 tahun itu harus dikembalikan ke orangtuanya. Tapi kalau usianya sudah 13 tahun, itu bisa dimintai pertanggungjawaban pidana sesuai aturan yang berlaku," terangnya kepada Antara, Rabu (17/1/2024).
Berdasarkan pasal 21 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak belum berusia 12 tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana akan diputuskan salah satu di antara dua tindakan.
Pertama, menyerahkannnya kembali kepada orangtua. Kedua, mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama enam bulan.
Erdiansyah menyampaikan jika perkara yang melibatkan anak baik sebagai saksi, korban maupun pelaku perlu diberikan pendampingan.
Menurutnya, peran orangtua juga sangat penting. Saat anak berperilaku seperti orang dewasa dan melakukan tindakan pidana, mereka tidak mengerti.
"Pelaku kejadian tersebut tentu psikologisnya juga terpengaruh. Tidak tahu perbuatannya ini melanggar hukum, mereka tidak mengerti," ujar akademisi Universitas Riau ini.
Erdiansyah menilai ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak untuk melakukan tindakan yang tindak pantas dilakukan anak seusianya., diantaranya faktor lingkungan dan gawai.
"Orangtua berada di garda terdepan untuk melindungi anak dari hal seperti itu. Kita harus membatasi anak. Situs yang tak layak dikonsumsi anak jangan sampai bisa diaksesnya," tuturnya.
Erdiansyah menegaskan bahwa langkah yang tepat untuk perkara ini ialah meminta bantuan psikolog. Selain itu anak perlu diberikan edukasi tentang nilai keagamaan dan norma.
"Perlu edukasi dan ke psikolog untuk diberikan pemahaman apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," tutur dia. (Antara)
Berita Terkait
-
Hasil Gelar Perkara Kasus Pelecehan Seksual di Internal Transjakarta, Terduga Pelaku Cuma Dimutasi?
-
Kasus Gus Elham: Berapa Ancamam Hukuman Penjara Pelecehan Seksual Anak?
-
Transjakarta Belum Bisa PHK Karyawan Terduga Pelaku Pelecehan, Tunggu Bukti Baru
-
Tersandera Maskulinitas, Laki-Laki Takut Mengaku Dilecehkan
-
Aliansi Laki-Laki Baru: Lelaki Korban Kekerasan Seksual Harus Berani Bicara
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
6 Mobil Eropa Bekas di Bawah 100 Juta, Cocok buat Juragan Muda
-
KPK Periksa 3 Pramusaji Rumah Dinas Gubernur Riau
-
8 Pilihan Mobil Bekas 7-8 Seater, Kenyamanan Maksimal buat Keluarga
-
5 Mobil Bekas Murah Kabin Luas Bagasi Lega, Aman dan Nyaman buat Keluarga
-
Holding UMi Tingkatkan Ekosistem Mikro dan Emas Nasional dengan Jaringan Layanan yang Luas