SuaraRiau.id - Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi mengatakan pasar Asia dan Timur Tengah bisa menjadi alternatif tujuan ekspor minyak sawit atau CPO guna menggantikan pasar Uni Eropa yang menerapkan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan menolak sawit Indonesia.
"Ibaratnya seperti Perjanjian Hudaibiyah, seolah-olah merugikan kita, tapi bisa jadi mendatangkan kebaikan lain. Uni Eropa tutup pintu, pintu lain negara-negara non-tradisional seperti di Asia dan Timur Tengah masih terbuka," kata Fithra dikutip dari Antara, Kamis (3/11/2022).
Ia menyebut hambatan ekspor CPO dan biofuel asal Indonesia bisa jadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri.
"Batasan itu bagus untuk ketersediaan di dalam negeri. Kita kan juga butuh untuk mengembangkan produk hilirnya," kata Fithra.
Menjajaki pasar non-tradisional dinilai penting karena produksi sawit Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, seiring pembentukan direktorat yang khusus mengurus sawit di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan).
Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Natan Kambuno mengungkapkan ada kecenderungan penurunan nilai ekspor produk minyak sawit tiap tahun setelah Uni Eropa memberlakukan kebijakan RED II.
"Semakin turun nilai ekspornya, terutama dalam dua tahun terakhir. Pada 2020 nilainya tercatat 2,9 miliar dollar AS, lalu pada 2021 sebesar 2,8 miliar dollar AS," kata Natan.
Kebijakan RED II diterapkan oleh Uni Eropa sejak Desember 2018 yang dinilai diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia.
Kebijakan RED II membuat batasan dan mengategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai high ILUC (Indirect Land Use Change) risk. Karena menyebabkan alih fungsi lahan atau ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.
Selain itu Uni Eropa memberlakukan penghentian biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit secara bertahap hingga 2030 atau yang disebutnya Phase Out 2030.
Uni Eropa juga menetapkan konsumsi penggunaan energi berbahan baku food and feed corps untuk transportasi tidak boleh melebihi tujuh persen sejak 2020. (Antara)
Berita Terkait
-
Skandal Vonis Lepas Minyak Goreng: Istri Hakim hingga Sopir PN Jakpus Diperiksa Kejagung
-
Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan
-
Keadilan Rp60 Miliar: Ketika Hakim Jadi Makelar Hukum untuk Korporasi Sawit
-
Susul Ketua PN Jaksel, Djumyanto Ikut Jadi Tersangka Kasus Vonis Lepas Terdakwa Korporasi CPO
-
Lobi Kejagung Disulap Jadi Garasi Kendaraan Mewah: Hasil Sitaan Terkait Suap Ekspor CPO
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
Terkini
-
Link DANA Kaget Gratis, Tambahan Modal Jalan-jalan Liburan Akhir Pekan
-
Sambut Hari Kartini, PNM Dukung Perempuan Sehat dan Mandiri sebagai Pilar Indonesia Emas 2045
-
Survei RiauOnline Ungkap Kemampuan Agung Nugroho-Markarius Anwar Pimpin Pekanbaru
-
Fakta-fakta Viral Dugem di Sel: 14 Tahanan Diperiksa hingga Kepala Rutan Pekanbaru Dicopot
-
Kesempatan Ditransfer Ratusan Ribu, Buruan Ambil DANA Kaget Kamis 17 April 2025