
SuaraRiau.id - Kalangan petani sawit berharap pemerintah mengevaluasi besaran bea keluar dan pungutan ekspor CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah sebagai salah satu upaya mendongkrak kembali harga tandan buah segar (TBS) sawit.
Hal itu dikatakan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Perjuangan (Apkasindo Perjuangan) Alvian Rahman terkait keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.
Dalam revisi PMK tersebut, tarif pajak ekspor CPO yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), untuk semua produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya menjadi nol.
Kebijakan tersebut akan berlaku sementara, terhitung sejak diundangkan tanggal 15 Juli 2022 sampai dengan 31 Agustus 2022.
Sementara dimulai 1 September akan berlaku kembali tarif maksimal 240 dolar AS/ton untuk harga CPO di atas 1.500 dolar AS/ton, dengan perubahan tarif advalorem yang progresif terhadap harga.
"Belajar dari negara lain, dalam kondisi ini mereka menerapkan pajak ekspor dengan nilai yang rendah misalnya Thailand hanya sekitar 7 persen, Malaysia 3 persen, Vietnam sebesar 13 persen, sementara Indonesia justru menerapkan pungutan dan pajak sebanyak 60 persen," ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (21/7/2022).
Oleh karena itu, lanjutnya, jika pemerintah ingin meningkatkan harga sawit di tingkat petani, maka salah satunya dengan melakukan evaluasi terhadap besaran BK dan PE yang saat ini diterapkan.
Kepala Bidang Organisasi dan Anggota Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin menambahkan pencabutan sementara PE minyak sawit sesuai regulasi PMK no 115/2022 belum bisa menjadi solusi dalam meningkatkan harga TBS sawit petani.
Menurut dia, kebijakan pencabutan PE saat ini dianggap terlambat karena harga TBS sawit sudah di bawah Rp1.000/kg, apalagi saat ini tata kelola kebun sawit di tingkat petani sudah tidak lagi diperhatikan.
"Tata kelola sawit harus diperhatikan, selanjutnya harus pula dihitung Kemenko dan Kementan seberapa besar PE akan bisa menormalkan harga TBS Sawit. Itu harus menjadi titik evaluasi penerapan kebijakan PE," katanya dalam sebuah diskusi yang digelar Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI).
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Kejagung Pamerkan Rp 479 Miliar: Bukti Kejahatan Korupsi Sawit Skala Besar Terbongkar!
-
Saham AYLS Terbang Disaat Tren Kenaikan CPO & Melonjaknya Saham Small Caps
-
Luka Petani Pulau Laut di Balik Konglomerat Pelopor B50
-
Bagi Dividen, AALI Siapkan Rp 515,8 Miliar atau Setara Rp 268 per Lembar Saham
-
Skandal Vonis Lepas Minyak Goreng: Istri Hakim hingga Sopir PN Jakpus Diperiksa Kejagung
Tag
Terpopuler
- BREAKING NEWS: Mahasiswa PPDGS FKG Unhas Ditemukan Tak Bernyawa di Rumah Kontrakan
- 1 Detik Setelah Pascal Struijk Naturalisasi, Harga Pasar Timnas Indonesia Termahal ke-4 di Asia
- PSSI Pertimbangkan Tambah Pemain Keturunan Buntut Kasus Kevin Diks dan Dean James
- Breaking News! Laga Timnas Indonesia vs China Tak Tayang di TV
- Mengenal Siti Purwanti, Ibu Maxime Bouttier yang Meninggal di Rumah Luna Maya
Pilihan
-
Sederet Manfaat Masker Kopi untuk Wajah, Lancarkan Aliran Darah Bikin Kulit Cerah
-
5 Pilihan HP Murah Terbaik: Harga Mulai Rp1 Jutaan, Tawarkan Spek Ciamik
-
Di Balik Nama Suzuki Fronx: Ketika Sebuah Nama Menceritakan Masa Depan
-
Pemain Incaran Manchester City Kirim Ucapan Spesial ke Ibu Eliano Reijnders
-
GoTo Malu-malu Dilamar Grab, Mahar Sampai Rp115 Triliun?
Terkini
-
Canda UAS Sebut Dirinya Ustaz Akal Sehat, Rocky Gerung Presiden Akal Sehat
-
Emas Antam Masih Cuan di Akhir Pekan, Tembus Rp1,928 Juta per Gram
-
Update Harga Emas Hari Ini di Pegadaian, Antam Turun Rp30 Ribu
-
Heboh Kabar Stadion Utama Riau Dijual, Akhirnya Diklarifikasi
-
Modal Malam Mingguan, Amplop DANA Kaget Hari Ini Bernilai Ratusan Ribu