SuaraRiau.id - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ES) ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia tahun 2011-2021.
“Senin, 27 Juni 2022, kami menetapkan dua tersangka baru, yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda, kedua adalah SS (Soetikno Soedardjo) selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dikutip dari Antara, Senin (27/6/2022).
Burhanuddin mengatakan bahwa pihaknya tidak melakukan upaya penahanan karena para tersangka sedang menjalani masa tahanan terkait kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sudah menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani KPK,” kata Burhanuddin.
Sebelumnya, penyidik telah mengumumkan tiga tersangka dalam perkara pengadaan Pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan Pesawat ATR72-600 oleh PT Garuda Indonesia, yakni Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda Indonesia Periode 2009-2014 Agus Wahjudo, Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia Periode 2011-2012 Setijo Awibowo, dan Vice President Treasury Management Garuda Indonesia Periode 2005-2012 Albert Burhan.
Lebih lanjut, pada Selasa (21/6), Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menyerahkan berkas ketiga tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menjelaskan tahap perencanaan dan tahap evaluasi proses pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan armada (PPA).
Dalam tahap perencanaan yang dilakukan tersangka Setijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisis pasar, rencana rute, analisis kebutuhan pesawat, rekomendasi, dan persetujuan jajaran direksi.
Para tersangka bersama Emirsyah Satar, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik mengevaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan Pesawat Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak akuntabel.
Akibat proses pengadaan Pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan Pesawat ATR 72-600, yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip PPÀ, prinsip pengadaan BUMN, dan business judgment rule, mengakibatkan pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,8 triliun. (Antara)
Tag
Berita Terkait
-
Kasus Suap Dana PEN Kolaka Timur, KPK Panggil Kepala BNPB Kabupaten Muna
-
Periksa Pegawai Pertamina, KPK Cecar Soal Mekanisme Awal Proyek LNG Tahun 2011-2021
-
Selesaikan Kuliah S-1 Hukum di UMS 30 Tahun, Boyamin Saiman Terharu dan Berkaca-kaca Saat Diwisuda
-
Berkas Perkara Hari Ini Diserahkan ke Jaksa KPK, Bupati Bogor Ade Yasin segera Diseret ke Pengadilan
-
Garuda Indonesia Bimbing Jemaah Calon Haji Cara Cebok Pakai Tissu di Pesawat
Terpopuler
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Murah RAM Besar Terbaru Agustus 2025, Spek Gahar Cuma Rp 2 Jutaan!
-
Berkaca Kasus Nikita Mirzani, Bolehkah Data Transaksi Nasabah Dibuka?
-
Emas Antam Makin Terperosok, Harganya Kini Rp 1,8 Juta per Gram
-
Profil Riccardo Calafiori, Bek Arsenal yang Bikin Manchester United Tak Berkutik di Old Trafford
-
Breaking News! Main Buruk di Laga Debut, Kevin Diks Cedera Lagi
Terkini
-
Makna di Balik Tanjak Melayu Riau yang Dikenakan Presiden Prabowo
-
BRI Taipei Branch, Solusi Finansial Terintegrasi untuk Diaspora Indonesia di Asia Timur
-
Oknum Pegawai Negeri Sumbar Ketahuan Istri Ngamar dengan ASN Riau Tanpa Busana
-
Diperintah Prabowo, Anggota DPRD Siak Ini Bagikan Bendera Merah Putih
-
Ketika Gajah Khidmat Peringati Kemerdekaan RI, Kasih Bunga ke Petugas Upacara