SuaraRiau.id - Advokasi kasus pelecehan seksual Dekan FISIP Unri nonaktif Syafri Harto terhadap mahasiswinya hingga kini masih berlanjut.
Diketahui, Syafri Harto divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru beberapa waktu lalu.
LBH Pekanbaru, Komahi Unri bersama dengan eksaminator putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru perkara nomor 46/Pid.B/2022/PN Pbr menyerahkan eksaminasi kepada Mahkamah Agung, Selasa (14/6/2022).
Dalam agenda itu turut hadir Koalisi Gerakan Anti Kekerasan Seksual, diwakilkan oleh BEM UPNVJ, BEM KM Trilogi, SEMA Paramadina.
LBH Pekanbaru mengungkapkan bahwa hasil eksaminasi ini merupakan pandangan akademisi yang bergerak untuk memberikan pandangan dan analisis terkait bagaimana putusan hakim mempertimbangkan unsur-unsur pasal yang di dakwakan ke terdakwa.
“Eksaminasi ini merupakan pandangan Akademisi yang bebas dan bergerak untuk menganalisa lebih dalam bagaimana hakim mempertimbangkan unsur-unsur pasal yang didakwakan dan terlihat dalam analisis tersebut hakim keliru dan cenderung tidak progresif dalam memeriksa perkara tersebut,” ujar Direktur LBH Pekanbaru, Andi Wijaya, Selasa (14/6/2022).
“Dalam perkara-perkara kekerasan seksual hakim harus mempertimbangkan banyak hal termasuk keadilan gender dan keadilan bagi korban itu sendiri," sambungnya.
Sementara itu, anggota Komahi Unri, Agil Fadlan menyatakan bahwa kondisi korban saat ini masih seperti sebelum putusan dan trauma terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.
“Putusan ini menambah beban trauma korban yang berharap keterangannya sebagai korban di percaya oleh hakim malah sebaliknya, keterangan korban sebagai saksi tidak dapat diterima karena tidak ada saksi lainnya,” ungkap Agil.
Dia berharap Mahkamah Agung bisa mempertimbangkan kondisi mahasiswi korban pelecehan seksual.
“Semoga hakim Agung dapat mempertimbangkan kondisi korban dan kemudian memberikan rasa keadilan bagi korban,” terang Agil.
Untuk diketahui, eksaminasi ini disusun oleh eksaminator dengan menganalisis pertimbangan-pertimbangan hukum hakim yang memutus perkara nomor 46/Pid.B/2022/PN Pbr tindak pidana pencabulan dengan kekerasan yang dilakukan terdakwa atas nama Syafri Harto.
Perkara ini diputus oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 30 Maret 2022, memutus bebas terdakwa. Kasus ini sempat viral karena korban mem-posting kesaksiannya melalui media sosial.
Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini memutuskan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Eksaminasi ini tidak bermaksud ataupun bertujuan untuk membatasi kebebasan hakim dalam menegakkan keadilan, juga tidak bertujuan untuk memperbaiki secara langsung kinerja hakim bahkan juga tidak bertujuan untuk mengurangi kehormatan dan martabat hakim.
Eksaminasi ini dilakukan sebagai kontrol publik dan merupakan bagian dari bentuk keperdulian publik demi tegaknya keadilan itu sendiri dan bagi korban kekerasan seksual lainnya.
Tim eksaminator putusan Ahmad Sofian, Lidwina Inge Nurtjahyo, Iva Kasuma, Nur Hasyim, Asfinawati dan Dupuis Sola Scriptura memberikan beberapa pandangan dan analisis sebagai berikut :
Pertama, dari keterangan ahli dan keterangan korban jelas, bahwa saksi korban (L) mengalami depresi berat dan salah satu indikatornya adalah rasa takut. Dengan demikian ancaman kekerasan yang dialami oleh (L) jika mengacu pada keterangan ahli telah terbukti.
Kedua, penafsiran hakim dalam kasus di Pengadilan Negeri Pekanbaru menunjukkan penafsiran yang dilakukan oleh hakim tidak mengikuti perkembangan teori pembuktian progresif khususnya yang terkait dengan kasus-kasus kekerasan seksual atau pelecehan (pencabulan) seksual.
Ketiga, dalam PERMA No. 3/2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, diamanatkan agar hakim yang mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum melakukan penafsiran peraturan perundang-undangan/atau hukum tidak tertulis yang dapat menjamin kesetaraan gender.
Keempat, Majelis Hakim memandang relasi kuasa tidak dapat dijadikan sebagai alasan adanya ancaman kekerasan. Pandangan Majelis ini sebagai konsekuensi dari pandangan kekerasan dan ancaman kekerasan sebagai sesuatu yang bersifat fisikal dan material.
Kelima, fakta persidangan yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap 8 dan 6 ahli yang kesemuaan keterangan dari saksi memiliki kesesuaian keterangan dengan keterangan korban L yang tidak menjadi pertimbangan majelis hakim.
Tag
Berita Terkait
-
Sidang Kasus Pelecehan Seksual, Kris Wu Terancam Hukuman Sangat Berat
-
Cerita Korban Pelecehan Seksual di Cipayung: Bukan yang Pertama, Pelaku Orang yang Sama
-
MA Tolak Kasasi KPK, Samin Tan yang Sempat jadi Buronan Kasus Korupsi Akhirnya Bebas
-
Viral Bocah Cium Pemotor Wanita di Jalan, Satpol PP Bandung Turun Tangan Panggil Orang Tua
-
Kelakuan 2 Bocah Ini Bikin Geleng-geleng: Cium Pemotor Wanita, hingga Sentuh Bagian Sensitif
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
Waduh! Cedera Kevin Diks Mengkhawatirkan, Batal Debut di Bundesliga
-
Shayne Pattynama Hilang, Sandy Walsh Unjuk Gigi di Buriram United
-
Danantara Tunjuk Ajudan Prabowo jadi Komisaris Waskita Karya
-
Punya Delapan Komisaris, PT KAI Jadi Sorotan Danantara
-
5 Rekomendasi HP Tahan Air Murah Mulai Rp2 Jutaan Terbaik 2025
Terkini
-
Harga Sawit Riau Naik Lagi, Simak Daftar Lengkap untuk Semua Umur
-
PNM Mekaarpreneur, Membuka Jalan Pengusaha Ultra Mikro Menuju Pasar Lebih Luas
-
Siapa Sosok Ideal Sekda Siak? Inilah Profil Singkat 4 Calon dan Sepak Terjangnya
-
Oknum Guru di Kampar Diduga Lecehkan 3 Siswi, Begini Modusnya
-
BRI Raih Penghargaan, CEO: Jadi Motivasi untuk Terus Menghadirkan Kinerja Terbaik