Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Minggu, 12 Juni 2022 | 09:16 WIB
Pendeta Gilbert Lumoindong minta Jozeph Paul Zhang tobat.

SuaraRiau.id - Perkara nasi Padang babi 'Babiambo' belakangan menjadi perhatian sejumlah kalangan, baik pejabat ataupun tokoh agama.

Meskipun pemilik usaha menyatakan warungnya itu sudah tutup dan meminta maaf, tentu saja masih menuai polemik.

Baru-baru ini, Pendeta Gilbert Lumoindong ikut menanggapi polemik nasi Padang yang menjual masakan berbahan daging babi.

Publik, terutama warga Minangkabau, digegerkan oleh beredarnya foto menu nasi babi yang dijual di gerai rumah makan padang di Kelapa Gading, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Menu andalannya adalah rendang babi. [Instagram]

Pendeta Gilbert pun mengajak masyarakat Indonesia untuk maju dikit berpikirnya, kenapa kok rendang babi diributkan.

Menurut Gilbert, makanan tak ada agamanya dan ia merasa heran kenapa soal rendang babi, anak bangsa ribut sana ribut sini.

Pendeta Gilbert berpandangan, tak ada masalah dengan rendang babi. Menjadi masalah kalau ada penipuan di dalamnya.

Pendeta Gilbert mengatakan rendang babi menjadi masalah kalau kuliner itu dipasarkan dengan bahasa makanan padang halal karena babi itu haram atau non halal bagi muslim.

Maka kalau dipasarkan rendang babi makanan halal, di situ jelas dia tak setuju dong.

Dalam kanal Youtubenya, pemuka Kristen ini menghormati orang Sumatera Barat (Sumbar)dengan kearifan lokalnya, namun tak lantas rendang tak boleh dimodifikasi dengan cara yang lain.

"Orang Sumbar yang terhormat, jadi kita nggak bisa bilang rendang ini harus dimasaknya begini. Orang mau bikin rendang tempe, orang yang punya rendang siapa, jangan diklaim satu provinsi, satu kelompok agama saja. Bumbu masak nggak ada agamanya, jadi lucu bener rasanya bangsa ini," kata Pendeta Gilbert dalam videonya dikutip Hops.id--jaringan Suara.com, Sabtu (11/6/2022).

Ia pun kemudian menyinggung soal kuliner yang familiar di Indonesia yang aslinya berbahan dasar dari babi namun dimodifikasi dari bahan lain.

"Tahu nggak saudara, yang namanya bakcang, bakmi, jadi segala sesuatu yang pakai 'bak' itu singkatan dari babi. Makanya di Manado ada mie bak itu artinya mie babi. Bakmi ayam padahal itu bak itu babi awalnya, kemudian dimodifikasi jadi misalnya ada bakmi ayam," ujar Gilbert Lumoindong.

Belum lagi nih, orang Sunda kan familiar dengan ayam geprek, terus kalau ada babi geprek dan babi penyet, gimana.

Belum lagi di Bali sudah ada makanan babi guling. Tak masalah bagi Pendeta Gilbert, justru mestinya bangga khazanah kuliner nusantara bisa seperti itu.

Menurutnya, modifikasi atau inovasi dalam perpaduan makanan itu hal wajar alias normal saja. Malah itu menunjukkan ada kemajuan budaya. Lagian masakan atau bumbu masak kan tak beragama.

Load More