SuaraRiau.id - Kasus penipuan berbasis rekayasa sosial semakin meningkat yang menyasar pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Hal itu disampaikan Plt Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Teguh Arifiyadi.
"Sejak pandemi, kasus penipuan berbasis rekayasa sosial semakin meningkat, menarget UMKM sebagai salah satu korbannya," kata Teguh dikutip dari Antara, Rabu (8/12/2021).
"Penipuan jenis ini mendominasi hampir 95 persen dari total laporan. Sejak Maret 2020 hingga saat ini, total laporan yang masuk ke kami lebih dari 250 ribu, meningkat drastis dari 8 ribu laporan di tahun 2017," sambungnya.
Lebih lanjut, Teguh menjelaskan terdapat tiga metode rekayasa sosial yang paling sering terjadi di 2021.
"Adapun tiga metode itu yaitu phising (membagikan link palsu berbahaya), baiting (memancing korban dengan iming-iming manfaat atau hadiah), dan pre-texting (mengelabui korban untuk mendapatkan data pribadi)," jelas dia.
Untuk modus penipuan berupa phising, misalnya, biasanya dilakukan oleh oknum yang mengaku dari lembaga resmi dengan menggunakan telepon, email atau pesan teks.
Hal ini seolah-olah dari lembaga resminya, namun sebetulnya pelaku ingin menggali supaya kita memberikan data-data pribadi. Data-data pribadi ini biasanya digunakan untuk kejahatan berikutnya.
Pelaku menanyakan data-data sensitif untuk mengakses akun penting yang mengakibatkan pencurian identitas hingga kerugian.
Di sisi lain, ancaman kasus penipuan rekayasa sosial seperti ini meningkat seiring dengan adopsi teknologi finansial (tekfin / fintech) dan layanan keuangan digital bagi pelaku UMKM Indonesia yang terus meningkat di masa pandemi.
Proporsi UMKM Indonesia mencapai 99,9 persen dari total jumlah populasi usaha, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM di September 2021.
Seiring pergeseran proses UMKM ke ranah digital, peran sektor fintek dalam memperkuat literasi keamanan digital dalam operasional usaha bagi pelaku UMKM semakin dibutuhkan.
Pengetahuan tentang cara menjaga pilar keamanan digital dapat menjadi solusi melawan maraknya tren rekayasa sosial (social engineering), yaitu teknik manipulasi yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan yang memanfaatkan kelalaian pengguna platform digital untuk mendapatkan data pribadi yang berharga. (Antara)
Berita Terkait
-
Warga Australia Ceritakan Kisah Jadi Target Penipuan Investasi Kripto
-
Hingga November 2021, Transaksi Pasar Digital UMKM Tembus Rp16,2 Triliun
-
Tunggakan Kredit UMKM Terdampak Erupsi Semeru Bakal Diberi Keringanan
-
Momen Kahiyang Ayu Perkenalkan Kuliner Medan ke TP PKK Kampar
-
Kenalan Laki-laki di Medsos, Perempuan Asal Kulon Progo Kena Tipu Ratusan Juta Rupiah
Terpopuler
- Pendidikan Gustika Hatta, Pantas Berani Sebut Indonesia Dipimpin Penculik dan Anak Haram Konstitusi
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Putrinya Bukan Darah Daging Ridwan Kamil, Lisa Mariana: Berarti Anak Tuyul
Pilihan
-
Heboh Warga Solo Dituduh Buron 14 Tahun, Kuasa Hukum Tak Habis Pikir: Padahal di Penjara
-
7 Rekomendasi HP Gaming Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Agustus 2025, Murah Performa Lancar
-
Neraca Pembayaran RI Minus Rp109 Triliun, Biang Keroknya Defisit Transaksi Berjalan
-
Kak Ros dan Realita Pahit Generasi Sandwich
-
Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan
Terkini
-
Harga Sawit Riau Naik Lagi, Simak Daftar Lengkap untuk Semua Umur
-
PNM Mekaarpreneur, Membuka Jalan Pengusaha Ultra Mikro Menuju Pasar Lebih Luas
-
Siapa Sosok Ideal Sekda Siak? Inilah Profil Singkat 4 Calon dan Sepak Terjangnya
-
Oknum Guru di Kampar Diduga Lecehkan 3 Siswi, Begini Modusnya
-
BRI Raih Penghargaan, CEO: Jadi Motivasi untuk Terus Menghadirkan Kinerja Terbaik