Menghindari persekusi, Ahmed mengenakan pakaian tradisional dan sorban. Masker medis menutupi jenggotnya yang jarang. Kacamata hitam menutupi matanya setiap kontak mata dengan tentara Taliban.
Awalnya, dia tidak sehati-hati itu. Suatu hari di bulan Agustus, Taliban sempat menyetop langkah Ahmed karena mengenakan topi bisbol. Mereka menarik topi itu dari kepalanya dan menuntut penjelasan.
“Mengapa mengenakan topi hip hop?”katanya.
Di suatu waktu, Ahmed kerap merasa putus asa sehingga berpikir untuk mengakhiri hidup.
Seorang aktivis hak asasi manusia berbasis di Seattle yang telah membantu saudara-saudara Ahmed, Michael Failla, mengatakan dia mendapat telepon darinya saat tengah malam.
“Pada waktu dia menelepon saya, sambil menangis dan mengatakan dia mendengar Taliban mengunjungi dari pintu ke pintu di lingkungan itu,” kata Failla.
Failla menceritakan bahwa Ahmed mengancam akan melompat dari gedung karena ia pikir itu akan menjadi cara yang tidak terlalu menyakitkan untuk mati.
“Daripada ditangkap dan dipenggal oleh Taliban sebagai seorang pria gay,” lanjutnya.
Ia mengaku hidupnya dalam bayang-bayang ketakutan di Kabul terhadap Taliban dan perjuangannya melarikan diri dari Afghanistan, rumah sepanjang hidupnya.
Kecemasan dia dan saudaranya terhadap Taliban memang sangat personal. Ketakutan mereka terhadap Taliban berakar pada sejarah keluarga.
Ahmed menuturkan Taliban membunuh ayahnya selama pembantaian Agustus 1998 di Mazar-i-Sharif yang menewaskan ratusan laki-laki dan anak laki-laki.
Taliban melemparkan sang ayah ke belakang truk pickup dan pergi begitu saja, katanya. Itulah terakhir kali dia melihatnya. Ketika itu usia Ahmed baru 9 tahun.
Bahkan sebelum kematian ayah mereka, Ahmed mengalami masa kecil yang mengerikan. Dia mengingat momen indah saat mengendarai sepedanya di bawah pohon delima, juga ingatan serangan brutal terhadap Hazara dan komunitas LGBTQ di kotanya.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada 15 Agustus lalu membawa kembali kenangan yang menyakitkan itu.
Adik Ahmed berusia 26 tahun dan bukan gay. Tapi sebagai etnis Hazara dan seorang Kristen, dia juga termasuk orang yang rentan di Afghanistan.
Berita Terkait
-
Mark Rutte: Anggota Kerajaan Belanda Kini Diizinkan Menikah Sesama Jenis
-
Menderita Sejak Dikuasai Taliban, G20 Sepakat Beri Bantuan Kemanusiaan ke Afghanistan
-
Aksi Jahit Mulut Imigran Afghanistan di Riau, Minta Dipindah ke Negara Lain
-
Ledakan Bom di Masjid Afghanistan, Seorang Pemimpin Taliban Tewas
-
Cara Taliban Hilangkan Perilaku Korup Lewat Hukum Syariah di Afghanistan
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
8 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025, Baterai Awet Kamera Bening
-
Harga Emas Naik Terus! Emas Antam, Galeri24 dan UBS Kompak di Atas 2 Juta!
-
Tutorial Dapat Phoenix dari Enchanted Chest di Grow a Garden Roblox
Terkini
-
Prominent Awards 2025 Nobatkan PNM sebagai Lembaga Pembiayaan Perempuan Terbesar Dunia
-
7 Link DANA Kaget Hari Minggu, Segera Klaim untuk Tambahan Uang Belanjamu
-
BRI Dorong Keuangan Inklusif untuk UMKM Lewat Desa BRILian dan Rumah BUMN
-
CEK FAKTA: Ahmad Sahroni Pingsan Dilarikan ke RS usai Rumah Dijarah, Benarkah?
-
Popok Sampah Jadi Berkah: UMKM Binaan BRI Ciptakan Inovasi Ramah Lingkungan & Berdayakan Disabilitas