Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Senin, 05 April 2021 | 18:05 WIB
Ilustrasi Covid-19. [Elements Envato]

SuaraRiau.id - Varian virus corona B117 ramai jadi perbincangan publik. Namun belum usai virus tersebut, kini pemerintah mengumumkan bahwa ada varian Covid-19 baru selain B117.

Varian baru virus Corona bernama E484K. Virus corona baru E484K disebut lebih cepat bermutasi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan adanya 70 persen pasien di rumah sakit di Tokyo, Jepang, yang terinfeksi virus Corona varian E484K itu.

Melansir Reuters, mutasi ini ditemukan pada 12 dari 36 pasien dalam kurun waktu dua bulan terakhir.

Anehnya, rata-rata pasien yang terjangkit diketahui tidak pernah bepergian ke luar negeri atau kontak langsung dengan pasien yang punya varian virus serupa.

Kedatangan virus baru ini direspons oleh Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

Wiku dalam laman YouTube Sekreteriat Presiden mengungkapkan, varian E484K ternyata hasil mutasi dari varian B117.

“Mutasi E484K itu yang terjadi pada protein spike adalah mutasi yang sama seperti ditemukan pada varian Afrika Selatan dan Brasil,” ujar Wiku dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Senin (5/4/2021).

Wiku juga membenarkan bahwa varian baru ini memiliki kemampuan lebih cepat untuk menular berdasarkan berbagai penelitian terkini.

Ia menegaskan, pemerintah akan meningkatkan pengurutan genom atau whole genome sequencing agar dapat memetakan varian Covid-19 apa saja yang masuk ke Indonesia.

“Sambil juga mempertahankan proses screening pada saat WNA atau WNI masuk ke Indonesia,” kata dia.

Wiku juga meminta masyarakat tidak bosan mematuhi protokol kesehatan dalam setiap aktivitas yang dilakukan.

Kepatuhan menjalankan protokol kesehatan ini, menurut dia, merupakan upaya mencegah penularan Covid-19 dengan varian-varian baru.

Sebelumnya, Lawrence Young, ahli virologi dan profesor onkologi molekuler di Universitas Warwick, Inggris mengatakan, mutasi E484K dapat melemahkan respons imun dan memengaruhi umur dari respons antibodi penetral.

“Jadi, varian B117 yang membawa mutasi E484K mungkin lebih berdampak lebih parah ketika seseorang terinfeksi ulang,” ujar Young.

Dikutip dari BMJ, uji klinis oleh Novavax dan Johnson & Johnson menunjukkan, vaksin baru mereka kurang efektif di Afrika Selatan dibandingkan dengan di Inggris atau Amerika Serikat.

Hal ini diprediksi ada kaitannya dengan tingginya virus yang membawa mutasi E484K.

Meski demikian, Novavax juga melaporkan 60 persen kemanjuran vaksinnya di Afrika Selatan, sehingga ada peluang untuk dilakukan desain baru agar lebih sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu, Tim Oxford AstraZeneca sedang memperbarui vaksin agar lebih efektif melawan mutasi tersebut, salah satu opsinya berupa penguat dosis terbaru dan akan dirilis ke pasaran tiap tahun.

Load More