Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Kamis, 11 Maret 2021 | 19:34 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. [Suara.com/Ria Rizki]

SuaraRiau.id - Polemik di tubuh Partai Demokrat masih memanas dan menjadi perhatian banyak kalangan. Terkait itu, pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memberikan pandangannya.

Refly Harun mengomentari kisruh Partai Demokrat yang kemudian memunculkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum versi Kongres Luar Biasa atau KLB Demokrat tersebut.

Disampaikan Refly, Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya memberikan penegasan dan penjelasan bahwa Istana sama sekali tidak terlibat terkait kisruh yang terjadi di Partai Demokrat.

"Caranya adalah dengan memerintahkan Moeldoko untuk melepaskan dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan tetap di Kepala Staf Presiden sebagai pembantu Presiden," kata dia dalam diskusi via zoom dikutip dari Antara, Kamis (11/3/2021).

Akan tetapi, kata Refly, jika Moeldoko tetap bersikeras ingin menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat, maka Jokowi harus memberhentikan atau mengganti posisinya sebagai KSP.

Menurut Refly, dari kaca mata hukum, ia berpandangan posisi KSP memang boleh saja rangkap jabatan seperti halnya yang terjadi pada sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju.

Namun, lanjut dia, dalam konteks saat ini masalahnya bukan perkara rangkap jabatan melainkan lebih kepada kepastian keterlibatan istana atau tidak.

Oleh sebab itu, pihak istana perlu memberikan penjelasan dan pembuktian jika memang sama sekali tidak terlibat terkait kisruh di tubuh Demokrat.

"Jadi pertanyaannya apakah istana mengetahui dari awal gonjang-ganjing ini dan melakukan pembiaran? Kalau iya itu tidak baik," ujarnya.

Sebelumnya diketahui, beberapa waktu lalu Moeldoko mengatakan jangan melibatkan Presiden Jokowi atas perkara tersebut.

Namun, Refly menilai, kenyataannya jabatan sebagai KSP melekat pada dirinya. Oleh sebab itu, etika politik dan etika pejabat publik harus tetap dijaga. (Antara)

Load More