Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Sabtu, 27 Februari 2021 | 11:40 WIB
Petugas PLN dibantu warga saat menegakkan tiang listrik agar bisa dipasang kabel menuju rumah warga Teluk Lanus, Sungai Apit, Kabupaten Siak. [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraRiau.id - Penggunaan listrik menjadi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat baik di desa maupun perkotaan. Nyalanya listrik sepanjang hari akhirnya menjadi kenyataan sebuah desa di Kabupaten Siak.

Desa tersebut bernama Kampung Teluk Lanus, terletak di Kecamatan Sungai Apit. Teluk Lanus baru dialiri listrik sekitar November 2020.

Meski bukan berada di pulau, namun untuk bisa sampai ke desa ini memerlukan waktu 6 sampai 7 jam menggunakan kapal motor.

Tidak ada jalan darat untuk sampai ke sana.

Dulu akses jalan darat diwacanakan bakal ada, bahkan ada jejaknya di Kampung Tanjung Pal. Jalan itu akan membelah hutan dan lahan konsesi perusahaan kertas yang berkantor di Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan.

Namun, sampai kini tak ada kabar kapan jalan itu dilanjutkan untuk membuka isolasi Teluk Lanus yang menjadi kampung paling ujung dan terjauh jika tidak ingin disebut terisolir.

Warga sampai saat ini menggunakan jalur air. Tapi, keberangkatan kapal dari Pelabuhan Tanjung Buton--yang kini menjadi proyek strategis nasional diberi nama Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB)--juga tidak bisa setiap hari.

Dua sampai tiga hari baru ada kapal dengan ongkos Rp 120 ribu. Ongkos Rp 120 ribu itu, untuk satu orang berikut satu unit sepeda motor.

Artinya, warga Teluk Lanus yang pulang dan pergi biasanya bawa sepeda motor. Selain jalan di Teluk Lanus hanya bisa dilintasi sepeda motor. Sepeda motor dibawa untuk dipakai selama berada di luar Teluk Lanus.

Kapal biasanya berangkat sekitar pukul 08.00 atau paling telat pukul 08.30 WIB. Sampai di Teluk Lanus sekitar pukul 15.00 WIB atau bisa lebih lama, tergantung ombak dan cuaca.

Sepanjang perjalanan para penumpang hanya duduk dan tiduran di geladak kapal kayu bermesin yang sarat muatan. Biasanya sembako maupun barang kebutuhan lainnya.

Karena lamanya perjalanan, tak heran hampir semua penumpang membawa bekal. Terutama bekal makan siang.

Meski dibawa sendiri, biasanya saat makan dilakukan bersama dan saling berbagi lauk.

Selain itu, untuk mengusir kejenuhan, karena lamanya perjalanan, mereka berupaya bercengkerama dengan penumpang lainnya.

Para penumpang kebanyakan sudah saling kenal, karena kapal itu khusus ke Teluk Lanus.

Arjuna, salah satu penumpang kapal bercerita tentang banyaknya pelajaran yang ia dapat dari perjalanan tersebut.

Lelaki pemilik kedai itu diketahui dipercaya membagikan bantuan sosial untuk warga.

Arjuna mengisahkan apa saja tentang Teluk Lanus, terutama perjalanan hidup sampai bisa menjadi warga Teluk Lanus, termasuk cerita tentang masuknya listrik PLN.

Ia mengungkapkan bagaimana rasanya setelah listrik PLN menyala 14 jam atau hampir sepanjang hari. Karena, kata dia, sebelumnya PLTS yang bergantung dengan cuaca, membuat warga tidak bisa berharap banyak.

“Sejak adanya listrik PLN, kami menjadi lebih bersemangat. Sebab aktivitas yang menggunakan listrik tidak terbatas. Jika sebelumnya listrik hanya hidup dari petang sampai pagi, kini listrik hidup hampir sepanjang hari,” kata Arjuna, Sabtu (20/2/2021) pagi.

Menurut dia, warga benar-benar nyaman, bisa menonton televisi atau sekedar mengisi baterai ponsel di siang hari.

Tak hanya itu, warga juga tahu lebih banyak informasi lewat berita berita. Bahkan sebagian warga membeli barang elektronik dan membuat sumur bor untuk memudahkan aktivitas di rumah.

“Selama ini, kami enggan keluar rumah ketika hari mulai gelap. Selain tidak ada penerangan juga babi dan binatang hutan masih berkeliaran. Tapi kini, meski malam kami tetap bisa bersilaturahmi. Hal itu juga membuat anak-anak kami bergembira,” ungkap Arjuna.

Sementara itu, Sekretaris Desa (Sekdes) atau Kerani Kampung Teluk Lanus, Sutriadi mengakui ada yang berubah dalam keseharian warganya sejak PLTD beroperasi.

Disebutkannya, 14 jam listrik menerangi Teluk Lanus setiap harinya menjadi berkah tersendiri bagi warga yang kreatif, seperti berjualan es dan itu sangat laku.

Sebab, kata dia, belum semua warga mampu membeli lemari pendingin atau kulkas. Sementara saat ini, cuaca sedang terik-teriknya.

Harga es batu per buah untuk ukuran plastik 1 kilogram Rp 2.500, berarti dua Rp 5 ribu. Rata-rata warga membeli es batu dua buah.

Ini masih tentang es batu, belum lagi minuman segar seperti cendol, dan air kelapa muda yang belakangan menjadi mata pencarian warga.

“Sangat besar manfaat kehadiran listrik bagi kami. Saat ini kami di kantor desa, nge-print surat-surat, tak perlu harus menunggu malam,” ucap Sutriadi, Sabtu (20/2/2021) malam.

Ketika petang, cahaya lampu setiap rumah menyinari kampung. Kampung menjadi lebih hidup, sebab warga tak ragu lagi untuk keluar rumah bersilaturahmi, atau minimal ke warung.

“Suara anak-anak mengaji di musala dan masjid terdengar menyejukkan,” kata Sutriadi.

Meski belum semua rumah warga diterangi listrik, menurut Sutriadi, dari hampir 500 kepala keluarga, ada 300-an kepala keluarga yang menetap, dan yang rumahnya disinari listrik belum setengahnya.

Sutriadi mengatakan, menjadi pelanggan PLN sangat menguntungkan. Selama ini memakai genset setiap hari habis Rp 50 ribu. Kini sebaliknya, hanya Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu per bulan. Dulu memang ada PLTS, tapi hidup hanya malam hari dan bergantung dengan cuaca.

Kabar terangnya Teluk Lanus ketika disampaikan kepada Manajer PLN Siak Dian Indri Saputri, mengaku ikut bahagia.

Baginya kegembiraan warga menjadi salah satu penyebab adanya PLTD di sana.

Bicara PLTD tentu bicara pasokan solar. Setiap 3 bulan, solar dibawa ke Teluk Lanus melalui Pelabuhan Tanjung Buton. Dari mobil tangki dipindahkan ke kapal motor khusus untuk membawa solar PLN.

“Kami tahu tidak mudah membawa solar ini ke sana. Perlu waktu sehari semalam untuk bisa sampai ke sana. Tapi komitmen PLN untuk selalu menerangi membuat kami tetap terus semangat,” ucap Dian Indri, Selasa (23/2/2021) pagi.

Saat ini belum sampai 100 kepala keluarga yang rumahnya diterangi listrik. Tapi bersama berjalannya waktu, kami yakin rumah-rumah warga Teluk Lanus akan menikmati listrik.

“Sudah jadi program pemerintah pusat seluruh wilayah di Indonesia harus diterangi listrik, jadi bukan soal untung tapi soal negara hadir di tengah masyarakat dalam berbagai aspek, seperti listrik ini,” ucap Dian Indri.

Terpenting bagi Dian Indri memberikan pelayanan paripurna untuk masyarakat, sekaligus bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Siak dan semua pemangku kepentingan.

Untuk diketahui, Kampung Teluk Lanus memiliki jumlah penduduk hampir 500 kepala keluarga. Hal itu dikatakan Bupati Siak Drs H Alfedri MSi, beberapa waktu lalu.

Teluk Lanus yang berada di Kecamatan Sungai Apit merupakan kecamatan yang terletak di muara Sungai Siak dan di tepian Selatpanjang.

Sungai Apit merupakan jalur yang ramai, penghubung antara Kabupaten Bengkalis, Pekanbaru dan Batam, Provinsi Kepulauan Riau dengan Pelabuhan Tanjung Buton.

Jarak dari Siak ke Sungai Apit sekitar 43 kilometer atau 1,5 jam perjalanan darat. Jika menyusuri Sungai Siak menuju muara hanya sekitar 1 jam perjalanan.

Sebagai salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Siak, Sungai Apit pernah dipertimbangkan sebagai ibu kota Kabupaten Siak. Namun, Kota Siak memiliki nilai sejarah, sehingga ibu kota kabupaten berada di Kota Siak.

Dikatakan Bupati, Pemkab Siak tidak ingin ada wilayah tertinggal. Makanya Teluk Lanus yang berada di ujung terus dibenahi, baik fasilitas umum berupa puskesmas pembantu, maupun sekolah dan kantor desa.

“Untuk membuat masyarakat merasa nyaman, kami mendukung PLN membangun Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berada sekitar 50 meter dari pelabuhan di Teluk Lanus,” jelas Bupati.

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Siak memberikan bantuan pemasangan listrik baru untuk 80 kepala keluarga.

“Kami harapkan ke depan semua warga di Teluk Lanus dapat menikmati listrik,” ungkap Bupati.

Kontributor : Alfat Handri

Load More