SuaraRiau.id - Megawati Soekarnoputri berpesan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, untuk meluruskan sejarah peristiwa pembantaian orang-orang yang dituduh komunis tahun 1965.
Presiden kelima RI ini mengungkapkan, banyak catatan sejarah hilang pada periode 1965, karena politik anti-Soekarno atau De-Soekarnoisasi yang dibangun oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun rezim Orde Baru.
Hal itu dikatakan Megawati dalam Webinar Pembukaan Pameran Daring & Dialog Sejarah, Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, Selasa (24/11/2020).
"Saya bicara kepada Pak Nadiem, karena beliau menteri pendidikan dan kebudayaan. Ya harus bagaimana ya? Apakah hal ini tidak boleh diajarkan? Apakah sejarah bangsa kita harus terputus?" kata Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut.
"Dari abad sekian arkeolog bilang begini-begitu, ada ratu ini, ada raja ini, tapi tahun 65 begitu, menurut saya seperti sejarah itu dipotong, disambung, dan ini dihapus," sambungnya.
Menurut Mega, hal ini harus segera diluruskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga semua sejarah bangsa tercatat secara benar.
"Permintaan saya itu, tidakkah bisa diluruskan kembali (sejarah tentang) seorang yang bisa memerdekakan bangsa ini?" ucap dia.
Oleh sebab itu, Ketua Umum PDI Perjuangan ini menyarankan Nadiem untuk memasukkan buku-buku Soekarno dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
"Alangkah sayangnya, dari pikiran-pikiran yang telah diserah oleh seorang Bung Karno, yang seharusnya kalau menurut saya Pak Nadiem, itu harus jadi salah satu kurikulum," kata Megawati memungkasi.
Jumlah korban
Hingga kekinian, jumlah korban rakyat Indonesia yang dibantai sepanjang tahun 1965-1966 karena dituduh anggota PKI belum bisa dipastikan.
Presiden Sukarno, pada Desember 1965, sempat membentuk komisi pencari fakta yang diketuai Menteri Dalam Negeri Mayjen Soemarno.
Hasil laporan komisi itu mengungkap 80 ribu jiwa melayang dibantai karena dituduh anggota PKI.
Dalam buku berjudul Gerakan 30 September karya Julius Pour, disebutkan Bung Karno tak meyakini jumlah tersebut dan sempat mempertanyakannya ke anggota tim komisi, yakni Oei Tjoe Tat.
Oei Tjoe Tat mengatakan kepada Soekarno, jumlah korban pembantaian sedikitnya sekitar lima sampai enam kali lipat dari hasil temuan komisi pencari fakta.
Sementara tanggal 23 Juli 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memutuskan aneka kekerasan setelah peristiwa 30 September 64 adalah pelanggaran HAM berat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Belanja Mainan Hemat! Diskon 90% di Kidz Station Kraziest Sale, Bayar Pakai BRI Makin Untung
Pilihan
-
5 Fakta Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto: Kader Gerindra, Tersangka KPK dan Punya Utang Rp1,5 Miliar
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
Terkini
-
6 Mobil Kecil Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Gesit Menembus Jalanan Kota
-
Tips Membeli Mobil Listrik Bekas, Jangan Sampai Terkecoh
-
Viral Kabar Pungli Libatkan Oknum Sipir di Rutan Sialang Bungkuk Pekanbaru
-
Update Harga Sawit Riau Periode 29 Oktober-4 November 2025
-
5 Rekomendasi City Car Bekas Irit 2025, Incaran Anak Muda dan Ibu Rumah Tangga