SuaraRiau.id - Kasus tagih hutang "Ibu Kombes" di media sosial (medsos) mendapat sorotan dari pengamat hukum pidana Universitas Riau (Unri) Dr Erdianto Effendi SH MHum.
Menurutnya diperlukan kearifan penegak hukum terhadap Febi Nur Amelia, perempuan yang jadi terkenal gara-gara mengunggah status di Instagram berisi tagihan utang kepada "Ibu Kombes", Fitriani Manurung.
"Pertimbangan hakim membebaskan Febi Nur Amelia dalam kasus tagih hutang ibu Kombes di Medan, sudah tepat demi keadilan," kata Erdianto Effendi kepada Antara di Pekanbaru, Jumat (8/10/2020).
Pendapat demikian disampaikannya terkait Febi Nur Amelia, perempuan yang jadi terkenal gara-gara mengunggah status di Instagram berisi tagihan utang kepada "Ibu Kombes", Fitriani Manurung, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, yang diketuai Sri Wahyuni pada sidang baru-baru ini.
Menurut dia, hukum pidana yang mengatur soal harta benda seperti pencurian, penipuan dan penggelapan justru menguatkan aspek hukum perdata di bidang hak milik, bahwa tiap orang harus menghormati hak orang lain, yang jika diabaikan sanksi pidana siap menanti.
Namun demikian, katanya, sanksi pidana harus berujung dipenjara seperti kasus ucapan penghinaan ringan seperti kasus Ahmad Dani, atau pengumuman yang sifatnya memberitahu publik tentang keluhan layanan publik
"Harus dipertimbangkan mana yang lebih dirugikan, pribadi atau publik dalam suatu celotehan di medsos," katanya.
Erdianto memandang bahwa hukum pidana harus sejalan dengan hukum perdata bukan sebaliknya, hukum pidana seakan melawan kaedah hukum perdata seperti dalam kasus tagih hutang tersebut.
"Secara nilai moral dan asas hukum, setiap yang berhutang wajib melunasi bahkan dalam agama diajarkan hutang akan terbawa sampai mati," katanya.
Akan tetapi dalam praktik banyak orang yang berhutang sulit memenuhi kewajibannya. Janji manis tinggallah janji. Orang yang ditagih hutangnya malah jadi memusuhi si peminjam bahkan menyerang balik bahkan bisa jadi dengan kekerasan.
Sementara itu si pemberi pinjaman malah dikesankan sebagai orang yang jahat yang jika membalas dapat dianggap melakukan kekerasan dan terancam pidana.
Kadang si pemberi hutang kehilangan cara menagih hutangnya. Menagih dengan cara seperti terdakwa lakukan mungkin dianggap alternatif, jadi sudah tepat kalau perbuatan semacam itu tidak dipandang sebagai tindak pidana dan bukan perbuatan melawan hukum baik secara pidana maupun perdata.
"Disamping itu tidak setiap penggunaan media sosial harus dipandang sebagai kejahatan. Harus dipahami secara progresif bahwa ada perubahan zaman dan perubahan gaya hidup. Tidak harus semua pernyataan di medsos dipandang sebagai kejahatan," katanya.
Terkait sidang kasus tagih hutang di PN Medan tersebut, hakim berpendapat bahwa terdakwa (Fitriani yang dilaporkan dalam kasus pencemaran nama baik itu ) tidak terbukti melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Vonis ini juga menggugurkan tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa pada persidangan 14 Juli 2020 dengan hukuman pidana dua tahun penjara.
Majelis hakim berpendapat, berdasarkan fakta-fakta di persidangan bahwa Fitriani terbukti meminjam uang kepada terdakwa sebesar Rp 70 juta.
Meski Fitriani membantahnya, ada dua bukti transfer ke rekening Kombes Ilsaruddin, suami Fitriani.
Terdakwa membela haknya agar uang yang dipinjam itu dikembalikan. Fitriani merasa malu dan tercemar nama baiknya akibat perbuatannya sendiri, bukan karena unggahan status terdakwa. (Antara)
Berita Terkait
-
Mengenal Digital Detox, Menjauh dari Media Sosial
-
Tersesat di Dunia Maya: Literasi Digital yang Masih Jadi PR Besar
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
-
6 Cara Pakai Media Sosial yang Aman untuk Kesehatan Mental
-
Viral Earbuds Berdarah, Ini Batas Aman Volume untuk Mendengarkan Musik
Terpopuler
- Keponakan Megawati jadi Tersangka Kasus Judol Komdigi, PDIP: Kasus Alwin Jabarti Kiemas Contoh Nyata Politisasi Hukum
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Hukum Tiup Lilin Dalam Islam, Teganya Geni Faruk Langsung Padamkan Lilin Ultah saat Akan Ditiup Ameena
- Kevin Diks: Itu Adalah Ide yang Buruk...
- Sebut Jakarta Bakal Kembali Dipimpin PDIP, Rocky Gerung: Jokowi Dibuat Tak Berdaya
Pilihan
-
Broto Wijayanto, Inspirator di Balik Inklusivitas Komunitas Bawayang
-
Bye-Bye Jari Bertinta! 5 Tips Cepat Bersihkan Jari Setelah Nyoblos
-
MIND ID Siap Guyur Investasi Rp267 Triliun Hingga 2029
-
Orang Dekat Prabowo Sebut Kenaikan PPN 12% Bakal Ditunda
-
Israel-Hizbullah Gencatan Senjata, Warga Palestina Makin Terancam
Terkini
-
Inovasi E-Break, PHR Hemat Biaya Produksi Balam South Rp29 Miliar
-
Hari Pencoblosan, KPU Riau Ungkap Larangan untuk Pemilih dan Lembaga Survei
-
Intip Snack Emping Jagung Nasabah PNM Mekaar yang Diborong Wapres Gibran
-
Jaga Keamanan Masa Tenang Pilkada, Polres Siak-Instansi Terkait Patroli Skala Besar
-
Hari Guru, Begini Jejak Kisah Guru di Balik Kesuksesan Para Engineer PHR