Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Rabu, 23 September 2020 | 08:51 WIB
Ilustrasi masker kain buatan sendiri. [Shutterstock]

SuaraRiau.id - Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain untuk pencegahan penyebaran pandemi Covid-19.

"SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari dua lapis kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable)." kata Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan, sesuai rilis yang diterima Suara.com, Selasa (22/09/2020),

Meski demikian, dalam ruang lingkup SNI terdapat pengecualian, yakni standar ini tidak berlaku untuk masker kain nonwoven (nirtenun) dan masker untuk bayi.

Selain itu, standar ini tidak dimaksudkan untuk mengatasi semua masalah yang terkait dengan keselamatan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan dalam penggunaannya.

Menurutnya, masker kain SNI bisa berfungsi dengan efektif jika digunakan dengan benar, antara lain untuk mencegah percikan saluran nafas (droplet) mengenai orang lain. Selain itu, pemilihan bahan untuk masker kain juga perlu diperhatikan, karena filtrasi dan kemampuan bernafas bervariasi tergantung pada jenis bahan.

"Efisiensi filtrasi tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman. Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7 % sampai dengan 60 %. Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi filtrasi," jelas dia.

Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe A masker kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk filtrasi partikel.

Adapun pengujian yang dilakukan, di antaranya uji daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai SNI 0279; uji tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah; pengujian zat warna azo karsinogen; serta aktivitas antibakteri.

Untuk pengemasan, menurut Nasrudin, masker dari kain ini dikemas per buah dengan cara dilipat atau dibungkus dengan plastik. Penandaan kemasan masker kain juga harus mencantumkan merek; negara pembuat; jenis serat setiap lapisan; anti bakteri, apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri; tahan air, apabila melalui proses penyempurnaan tahan air; pencantuman label: ”cuci sebelum dipakai”; petunjuk pencucian; serta tipe masker kain.

Selain itu, penggunaan masker juga harus dilakukan dengan benar. Nasrudin mengingatkan masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat dipakai berkali-kali.

"Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak dipakai lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam menyaring partikel, virus dan bakteri,” katanya.

Dengan ditetapkan SNI masker kain, diharapkan dapat mengurangi penyebaran virus corona serta diikuti dengan tindakan tetap mengikuti protokol kesehatan lainnya, yakni jaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir.

Nasrudin juga menyarankan, masker kain yang beredar saat ini di pasaran ada yang terdiri dari satu lapis, dua lapis dan tiga lapis. Contoh masker kain satu lapis seperti masker scuba atau buff tidak dianjurkan lagi masyarakat untuk menggunakannya.

Sebagai informasi, selain menetapkan SNI masker dari kain, BSN pada saat yang sama juga telah menetapkan SNI 8913:2020 Tekstil – Kain untuk gaun bedah (surgical gown), surgical drape dan coverall medis.

Sebagaimana telah dirilis sebelumnya, BSN telah menetapkan tiga SNI masker medis, yakni SNI 8488:2018 Spesifikasi standar untuk kinerja material yang digunakan masker medis (ASTM F2100-11, IDT); SNI 8489:2018 Metode uji standar evaluasi Efisiensi Filtrasi Bakteri (Bacterial Filtration Efficiency/BFE) dari material masker medis, menggunakan aerosol biologis Staphylococcus aureus (ASTM F2101-14, IDT); serta SNI EN 14683:2019+AC:2019 Masker medis - Persyaratan dan metode uji (EN 14683:2019+AC:2019, IDT, Eng).

Load More