Scroll untuk membaca artikel
Eko Faizin
Sabtu, 18 September 2021 | 13:35 WIB
Leani Ratri [Instagram]

SuaraRiau.id - Peraih medali emas Paralimpiade Tokyo 2020, Leani Ratri Oktila belakangan menjadi sorotan. Namun, jarang yang tahu bahwa ia ternyata tak mudah meraih kesuksesan seperti sekarang.

Leani Ratri Oktila adalah anak pasangan petani Mujiran dan Gina Oktila yang merupakan warga Dusun Karya Nyata, Desa Siabu, Kampar, Riau.

Leani Ratri lahir di Bangkinang Kampar pada 6 Mei 1991. Saat ini usianya beranjak 30 tahun.

Pada tahun 2011, atlet bulutangkis tersebut pernah mengalami kecelakaan. Akan tetapi, tak menyurutkan niatnya harumkan nama bangsa di kancah dunia.

Momen Presiden Jokowi berbagi kenang-kenangan dengan atlet bulutangkis Paralimpiade Tokyo Leani Ratri Oktila. [Ist]

Sampai akhirnya, ia meraih emas di Paralimpiade Tokyo dan diganjar bonus tidak sedikit dari pemerintah. Leani Ratri menerima Rp 13.5 miliar dari Presiden Jokowi.

Semasa kecil, Leani Ratri dihabiskan di kampung halaman di Kampar hingga menginjak bangku SMA.

Leani mulai mengenal bulutangkis sejak duduk di bangku SD pada 2003 silam. Bakatnya bahkan sudah terlihat sejak masih balita.

Bahkan, kala itu sang ayah Mujiran kerap kehilangan raket lantaran dimainkan Leani kecil.

“Dulu saya sering kehilangan raket, taunya dimainin sama Atri," kata Mujiran pada Rabu (7/9/2021) seperti dikutip dari Riauonline.co.id--jaringan Suara.com.

Menurut sang ayah, Atri sapaan Leani di rumah, hanya dilatih secara mandiri oleh ayahnya Mujiran. Leani kerap diutus bertanding bermain bulutangkis tingkat pelajar.

Bakatnya tercium oleh guru olahraganya di sekolah saat 2003. Prestasinya di tingkat pelajar terus diraih hingga bangku SMA.

Puncaknya, diutus untuk mewakili Riau pada pagelaran olimpiade siswa atau O2SN di Jakarta pada 2010.

Gaya Leani Ratri Oktila di luar lapangan. (Instagram/oktila_lr)

Namun harapan keluarga seolah pupus saat Leani terlibat kecelakaan sepeda motor pada tahun 2011. Kecelakaan membuat kaki kiri dan tangan kanannya patah.

Ia divonis memiliki keterbatasan permanen. Atas pertimbangan kesehatan, kedua orangtua pun melarang Leani bertanding.

Dibalik keterbatasan fisik, semangatnya tetap menggelora.

"Atri semangatnya lebih tinggi dari pada saya, Atri gak tega lihat saya menangis. Saya melarang, tapi Atri bangkit dengan sendirinya." ujar dia.

Tanpa sepengetahuan orangtua, Leani ternyata terus berlatih di Pekanbaru. Hingga akhirnya terpilih mewakili Provinsi Riau pada ajang Peparnas 2012 silam.

Tak disangka, Leani sumbang medali emas untuk Riau. Orangtua baru tahu Leani masih bermain bulutangkis saat ia menyerahkan medali emas kepada sang ayah.

"Semangatnya gak pernah luntur. Saya tidak izinkan main, tapi Atri semangatnya luar biasa," ujar Mujiran.

Prestasi Leani jadi semangat bagi adik-adiknya yang juga tengah menekuni badminton. Ia boyong adik ke Pekanbaru bergabung di klub untuk berlatih.

Pada tahun 2013, Leani kemudian bergabung dengan komite paralimpiade nasional Indonesia, NPC.

Atlet para bulu tangkis Indonesia Leani Ratri Oktila (paralympic.org)

Di NPC inilah 'lompatan' Atri kian tinggi, Leani terus berlatih dan bekerja keras. Ikut turnamen nasional dan internasional hingga akhirnya mengharumkan nama bangsa dengan torehan dua medali emas dan satu medali perak di Paralimpiade Tokyo 2020.

Pada Paralimpiade Tokyo 2020, Leani Ratri meraih medali emas pertama di nomor ganda putri bersama pasangannya Khalimatus Sayidah usai menumbangkan pasangan China Cheng Hefang dan Ma Huihui.

Medali emas kedua diraih saat turun di nomor ganda campuran dengan pasangannya Hery Susanto dengan menumbangkan pasangan Prancis Lucas Maszur dan Faustina Noel.

Leani juga berhasil menembus final di nomor tunggal putri, sayang dia kalah dari wakil China Cheng Hefang dan berhak atas medali perak.

Raihan medali emas ini bahkan menjadi yang pertama bagi kontingen merah putih dalam 41 tahun keikutsertaan di ajang paralimpiade.

Mujiran tak pernah menyangka, putrinya yang sempat jatuh tapi bangkit dengan semangat yang lebih tinggi.

"Tidak bisa dibilang dengan kata-kata, sulit untuk ungkapkan dengan kata-kata, gak mungkin rasanya anak saya ini bisa mendunia. mudah-mudahan ia lebih pandai berpikir, pandai menjaga adek-adek karena saya sudah tua," kata Mujiran.

Load More